Daftar Isi
Foto: Aksi Greenpeace Indonesia mendesak RI dukung Perjanjian Laut Internasional
LancangKuning.com, Jakarta -- Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah Indonesia untuk ikut serta mewujudkan terbentuknya Perjanjian Laut Internasional (Global International Treaty) yang akan dibicarakan di Kantor Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, pada Maret 2020.
Juru kampanye Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution menuturkan perjanjian itu penting untuk melindungi laut dari krisis iklim.
Baca Juga: Kejam, Tentara Thailand Tembaki Pengunjung Mall Sambil Unggah Video di Facebook
"Kami meminta kepada pemerintah Indonesia dan publik untuk mendukung sebuah perjanjian global baru yang akan dibicarakan pada putaran keempat bulan depan," ujar Arifsyah di sela kampanye di depan Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Minggu (9/2), dilansir CNN Indonesia.
Arifsyah menuturkan terwujudnya perjanjian internasional itu diprediksi bisa memulihkan 30 persen populasi liar di laut yang kini rusak karena krisis iklim. Dampaknya untuk Indonesia, dia menyebut stok ikan akan melimpah.
Baca Juga: Astaga Pria Ini Buat Panik Penumpang Wings Air, Saat Take Off Buka Jendela Darurat
Dia berkata ikan laut lepas yang terlindungi habitatnya akibat perjanjian itu berpotensi masuk ke perairan Indonesia yang berbatasan dengan sejumlah perairan internasional.
Perjanjian Laut Internasional, kata Arifsyah, nantinya berisi kerangka hukum untuk perlindungan perairan internasional yang memungkinkan terbentuknya Kawasan Konservasi Laut yang bebas dari aktivitas manusia yang berbahaya.
Lebih lanjut, Arifsyah menilai Indonesia sudah memberi sinyal untuk mendukung perjanjian tersebut. Akan tetapi, dia meminta pemerintah untuk memberi pernyataan yang lebih tegas terhadap perjanjian internasional tersebut dan krisis iklim yang saat ini terjadi.
"Sejauh ini kami belum melihat Indonesia memiliki ambisi yang cukup ambisius untuk menyatakan dukungannya," ujarnya.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Di sisi lain, Arifsyah juga meminta Indonesia yang diwakili oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tidak sekedar ikut dalam mewujudkan perjanjian tersebut.
Dia berharap Indonesia meratifikasi atau mengadopsi perjanjian internasional itu mengingat peraturan tersebut adalah peraturan tambahan dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada 1982.
"Jadi Indonesia sudah meratifikasi UNCLOS 1982 sehingga apapun yang akan dilahirkan dari proses negosiasi di tingkat global akan menjadi komitmen Indonesia. Yang kami lihat adalah bagaimana akselerasi perjanjian tambahan ini terwujud di tahun ini," ujar Arifsyah.
Arifsyah menambahkan periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo menampilkan kemunduran terhadap perlindungan lingkungan. Dia menyebut hal itu semestinya tidak terjadi jika pemerintahan Jokowi konsisten terhadap apa yang sudah dilakukan di periode pertama.
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
Beberapa kemunduran yang diperlihatkan di periode kedua Jokowi, kata Arifsyah, yakni atur ulang kebijakan yang memungkinkan kapal ikan asing beroperasi di perairan Indonesia dan pelonggaran alih maut ikan di tengah laut.
"Kami melihat ada sebuah kegamangan dukungan Indonesia terhadap perlindungan laut. Jadi kami melihat ada sebuah kontradiksi yang terjadi di periode kedua," ujarnya.
Lebih dari itu, Arifsyah menyampaikan kampanye serupa juga dilakukan di Makassar, Bandung, Pekanbaru, Semarang, Yogyakarta, dan Padang. DIa juga menyampaikan relawan Greenpeace di seluruh dunia melakukan kampanye serupa dengan menempatkan pahatan es berbentuk pinguin sebagai seruan untuk mewujudkan perlindungan laut global.
Patung es digunakan untuk memberi pesan kepada pemerintah tentang dampak perubahan iklim terhadap satwa laut.
Kapal Greenpeace, yakni Arctic Sunrise dan Esperanza dikabarkan tengah berada di Antartika untuk meneliti ancaman perubahan iklim terhadap laut.
Komentar