Daftar Isi
LancangKuning.com - Secara resmi iuran untuk program Jaminan Kesehatan Nasional atau yang dikenal dengan JKN yang pengelolaannya langsung di bawah kendali Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang dikenal dengan BPJS telah diumumkan oleh pemerintah untuk anggota kelas III.
Bukannya mendapat dukungan, kebijakan yang di ambil pemerintah justru mendapat penolakan dari kelompok buruh bahkan DPR.
Dari dua kubu yang menentang kebijakan dari pemerintah yang telah resmi dikeluarkan tersebut, ada faktor-faktor yang membuat Buruh dan DPR bersikeras menolak kebijakan untuk menaikkan iuran JKN.
Penolakan DPR
Ternyata penolakan yang suarakan oleh DPR adalah hasil dari rapat gabungan antara komisi 9 dan Komisi 11 DPR serta terdapat juga perwakilan pemerintah serta BPJS Kesehatan. Rapat Gabungan ini dilakukan pada 2 September 2019 yang lalu.
Baca juga : Tempat Wisata di Pekanbaru
Supriyanto yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI memaparkan kesimpulan dari apa yang telah di bahas pada rapat gabungan yang dihadiri berbagai pihak, dan kesimpulan utama yang di ambil yaitu DPR secara tegas menolak kebijakan pemerintah untuk menaikkan iuran kepada peserta Kelas III, namun penolakan ini tidak berlaku lagi apabila pihak pemerintah mampu menyelesaikan masalah sistem pendataan peserta.
"Serta mendesak pemerintah untuk mencari cara |ain dalam menanggulangi defisit dana jaminan sosial (DJS) kesehatan," ucap Supriyanto saat itu. Lalu, pada 16 September, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf memastikan bahwa DPR dan pemerintah sepakat tidak menaikkan iuran peserta BPJS kesehatan untuk kelas tiga.
"DPR setelah berdiskusi panjang dengan pemerintah akhirnya sepakat untuk kelas III tidak naik," kata Dede Yusuf.
Dia mengatakan, iuran BPJS kelas III tidak dinaikkan terlebih dahulu karena hampir 60 persen peserta BPJS merupakan masyarakat dari ekonomi bawah.
Sementara itu, untuk kelas I dan kelas II, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah untuk mencari solusi terbaik.
Penolakan buruh
Kelompok buruh juga menyampaikan penolakan kenaikan iuran BPJS untuk kelas III. Penolakan ini bahkan disampaikan langsung oleh dua pimpinan kelompok buruh saat diterima Presiden Jokowi di Istana Bogor, 30 September.
Baca juga : Tempat Wisata di Riau
Dua pimpinan buruh itu yakni Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. "Kami mengatakan iuran BPJS kelas III akan memberatkan rakyat dan menurunkan daya beli.
Oleh karena itu, kami mengusulkan dan menyarankan kepada beliau untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan," kata Said Iqbal. Jokowi yang berdiri di samping Said Iqbal dan Andi Gani tak menjawab tegas apakah akan memenuhi permintaan itu.
"Itu usulan, kita pertimbangkan lah. karena memang kita harus berhitung, harus berkalkulasi nanti kalau kenaikan BPJS tidak kita lakukan yang terjadi juga defisit besar di BPJS. Semuanya dihitung, semuanya dikalkulasi," kata Jokowi. Resmi naik Namun, Jokowi akhirnya tetap menaikkan iuran termasuk untuk peserta BPJS kelas III.
Kenaikan ini diresmikan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 yang diteken pada 24 Oktober lalu. Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Kenaikan mulai berlaku 1 Januari 2020.
Iuran peserta kelas III akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500.
Iuran peserta kelas II akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000. Sementara itu, iuran peserta Kelas I akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000.
Baca juga : Ratusan Guru PAUD Dilatih Kembangkan Gerak Seni Motorik
Selain kenaikan untuk peserta mandiri, diatur juga kenaikan untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Iuran bagi Peserta PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar Rp 42.000, naik dari sebelumnya Rp 23.000.
Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini berlaku surut mulai 1 Agustus 2019. Selain itu, Pasal 30 mengatur kenaikan perhitungan iuran peserta pekerja penerima upah (PPU) yang terdiri atas ASN, prajurit, dan Polri. Besaran iuran naik mejadi 5 persen dari gaji per bulan, terdiri dari 4 persen yang dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.
Sebelumnya, pemberi kerja hanya membayar 3 persen dan peserta 2 persen. Pasal 32 mengatur batas tertinggi gaji per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran peserta PPU. Batas tertinggi itu naik menjadi Rp 12 juta dari sebelumnya sebesar Rp 8 juta.
Selain itu, dalam Pasal 33 diatur bahwa gaji yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran bagi peserta PPU terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja. Sebelumnya yang dijadikan dasar perhitungan hanya gaji pokok dan tunjangan keluarga.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara beralasan, kenaikan untuk peserta kelas III sudah diperhitungkan secara matang.
"Ada perhitungannya. Kan perhitungan dibandingkan antara manfaat yang didapat dengan nilai premi berapa. Itu ada perhitungannya," kata Suahasil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Menurut dia, perhitungan kenaikan iuran ini dilakukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Berdasarkan perhitungan itu, iuran untuk peserta BPJS di semua kelas memang harus naik.
"Kan bisa dihitung untuk seluruh Indonesia berapa uang yang dikumpulkan dari premi. Lalu kemudian selama periode tertentu berapa yang sakit, sakitnya apa saja. Dijumlahkan biayanya. Harusnya itu manfaatnya. Perbandingan ini yang jadi dasar perhitungan berapa (kenaikan) premi," kata Suahasil.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta masyarakat memahami bahwa defisit BPJS-lah yang membuat pemerintah terpaksa menaikkan iuran, termasuk untuk peserta kelas III. Namun, pemerintah tetap memberikan subsidi untuk 107 juta peserta tidak mampu yang masuk kategori penerima bantuan iuran (PBI).
Oleh karena itu, dengan kenaikan tarif ini, subsidi yang dikeluarkan pemerintah juga semakin besar. "Jadi menurut saya harus terbangun kesadaran bersama. Satu, memahami bahwa subsidi pemerintah untuk BPJS itu sangat tinggi. Kedua membangun gotong royonglah, bersama-sama pemerintah ikut memberikan membantu agar BPJS berjalan," kata dia.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, besaran iuran yang naik tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan kepada peserta (Zainal).
Komentar