Asa Warga Kampung Akuarium: Tanpa Sewa, Dikelola Koperasi

Daftar Isi

    LancangKuning - Darmiah (60) duduk termangu di depan sebuah selter berukuran 3x5 meter, di Kampung Akuarium Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (25/8) siang. Baju daster dengan motif bunga yang dikenakannya seolah menggambarkan suasana hatinya beberapa hari terakhir.

    "Alhamdulillah, senang sekali ya, bersyukur," kata dia saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, hari itu.

    Itu diucapkan Darmiah menanggapi pertanyaan terkait dengan rencana pembangunan kembali Kampung Susun Akuarium oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

    "Harapannya, pengennya, enggak usah bayar sewa, hitung-hitung ganti bangunan kemarin [yang digusur]. Kalau bayar pun, yang penting tidak mahal, syukur-syukur enggak bayar," lanjut Darmiah.

    Kawasan permukiman kumuh ini sebelumnya sempat digusur di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, 11 April 2016.

    Warga keberatan karena kompensasi berupa rumah susun yang diberikan pemprov DKI dianggap tidak sebanding dengan kerugian yang ditanggung. Selain itu, banyak warga yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan juga jadi kehilangan mata pencaharian.

    Menurut Darmiah, tindakan penggusuran oleh Ahok itu semestinya diiringi dengan ganti rugi bagi warga.

    Baca Juga : Indadari Dirukiah, Kucingnya Ikut Rasakan Sampai Meninggal


     

    "Ahok tegas, cuma ya caranya, digusur-digusur, kasih uang dong, biar kita pulang kampung, jangan gusur doang. Ibaratnya kita bikin kandang ayam aja pakai modal," selorohnya.

    Setelah penggusuran itu, banyak warga yang memilih tetap tinggal di tanah bekas gusuran itu dengan bermodalkan tenda-tenda dan gubuk seadanya, termasuk Darmiah.

    "Kalau saya waktu digusur bertahan. Pertama tinggal di tenda, terus gubuk, baru pindah ke selter," kata dia.

    Warga Kampung Akuarium kemudian melakukan perlawanan hukum terhadap penggusuran itu dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Oktober 2016. Namun, gugatan ini dicabut pada 2018 setelah Gubernur DKI Jakarta dijabat Anies Baswedan.

    Saat itu, Anies mengeluarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 878 Tahun 2018 soal gugus tugas pelaksanaan penataan kampung dan masyarakat. Aturan ini dinilai sebagai jaminan yang lebih kuat bahwa warga Kampung Akuarium bisa kembali tinggal di sana setelah digusur.

    Di era Anies, tempat evakuasi sementara berupa 90 selter berdinding beton tipis dan terbagi ke dalam tiga blok dibangun. Warga mulai menepatinya sejak April 2018.

    Baca Juga : Saat Ratusan Tentara Nazi Juga Dibantai Monster Berwajah Buruk


     

    Anies pun memutuskan akan membangun Kampung Susun Akuarium di atas lahan sekitar 10 ribu meter persegi. Kampung tersebut akan terdiri dari 5 blok dan diisi oleh 241 hunian dengan tipe 36. Ia kemudian melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kampung Susun Akuarium, pada Senin (17/8).

    Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Angga Putra Fidrian menyebut pengembang yang bertanggung jawab atas biaya pembangunan Kampung Akuarium adalah PT Almaron Perkasa yang merupakan anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk. Anggaran pembangunannya mencapai Rp62 miliar.

    Banyak Nyamuk

    Selama hampir 2,5 tahun tinggal di selter, Darmiah mengaku banyak hal yang dikeluhkan warga; mulai dari banyaknya tikus dan nyamuk, kondisi selter yang cukup memprihatinkan, serta biaya listrik yang mahal, juga dikeluhkan perempuan berusia 60 tahun ini.

    Karena kondisi di selter itulah, Darmiah mengaku sangat senang dengan rencana pembangunan kembali kawasan yang sudah ditempatinya sejak 2003 itu. "Ya bersyukur," ucapnya.

    Warga lainnya, Suking, yang tinggal di kampung ini sejak 1980-an, berharap banyak untuk memiliki kembali rumah di lokasi ini dengan pembangunan kembali Kampung Akuarium.

    "Pikirannya kalau orang lain dapat, kita ingin dapat, karena kita dari pertama memang di sini," kata pria yang bekerja sebagai nelayan ini.

    Koordinator Wilayah Kampung Akuarium, Dharma Dhiani, mengatakan warga sempat salah paham dengan rencana pembangunan kembali kampung ini. Sebab, warga berpikiran bisa membangun rumah sesuai keinginan masing-masing.

    "Tapi kan ini ada sesuatu yang lain, kita ingin menciptakan hunian yang mendapat jaminan dan kepastian bermukim, ada pemahaman yang menjelaskan, kalau semaunya lagi nanti ada ancaman. Tapi kalau mau duduk bareng, lepaskan ego, mau ditata, ciptakan lingkungan sehat,"ujar dia.

    Ketua RT Kampung Akuarium, Topaz Juanda, mengatakan pembangunan kembali Kampung Susun Akuarium ini akan membuat warga yang pernah memiliki aset di kampung ini namun memilih tidak tinggal di selter pun bisa menempati rusun yang dibangun kelak.

    Sebab, pasca-penggusuran, sebagian warga memilih mengikuti tawaran Pemprov DKI untuk pindah ke rusun yang disediakan.

    "Bisa menampung semua warga (selter), warga terdahulu yang punya aset rumah di sini bisa balik lagi. Kecuali yang udah nyaman disana (rusun), enggak dipaksain," ucap dia.

    Ia mengatakan mayoritas warga yang menempati Kampung Akuarium sebelum digusur memiliki kelengkapan surat berupa akta jual beli. Namun, ia tak menampik jika warga tidak memiliki sertifikat hak milik (SHM).

    "Kalau sertifikat asli SHM atau HGB (Hak Guna Bangunan) enggak punya, pernah mengajukan ditolak BPN (Badan Pertanahan Nasional). Yang pasti, yang punya tanah, Pemerintah dan LIPI juga enggak punya. Makanya kita bertahan,"ucap dia.

    Koperasi

    Topaz mengatakan, saat ini, pihaknya tengah mengajukan skema pengelolaan untuk bangunan yang akan dibangun itu. Menurut dia, warga menginginkan skema pengelolaan nantinya diserahkan kepada koperasi milik warga, bukan dibawah Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS).

    "Kalau UPRS pasti terikat kontrak, surat perjanjian, andaikan ada ketidakcocokan antara penghuni dan pengelola bisa diminta keluar, kita badung, bisa keluar. Jadi bukan masalah pembayarannya. Jadi bagaimana bangunan ini dikelola koperasi dengan tertib," ujar dia.

    Baca Juga : Haris Azhar: Kata Agung Terbakar di Kejagung, Wajar Rakyat Spekulasi


     

    Ia meyakini, nantinya koperasi yang dimiliki warga Kampung Akuarium mampu untuk mengelola jika bangunan tersebut sudah jadi.

    "Yakin optimis. Karena sekarang berjalan juga, untuk swadaya air, sampah, juga guyup kalau ada acara-acara," ucap dia

    Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan Pemprov DKI bisa saja membangun hunian di kawasan Kampung Akuarium sepanjang statusnya rumah sewa, bukan rumah milik.

    "Pertanyaannya apakah kalau mau dibangun perumahan susun boleh apa tidak? Boleh. Tapi, rusun yang dibangun untuk mendukung fungsi pemerintahan," ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

    Karena, kata Yayat, di lokasi tersebut dalam peta wilayah bertanda warna merah yang artinya milik pemerintah dan dipergunakan untuk fungsi pemerintahan, termasuk perumahan.

    "Artinya, rumah susun yang dibangun itu milik pemerintah, bukan milik perseorangan atau kelompok," ucapnya.

    Terpisah, pengamat tata kota Yayat Supriyatna mengatakan Pemprov DKI bisa saja membangun hunian di kawasan Kampung Akuarium sepanjang statusnya rumah sewa, bukan rumah milik.

    "Pertanyaannya apakah kalau mau dibangun perumahan susun boleh apa tidak? Boleh. Tapi, rusun yang dibangun untuk mendukung fungsi pemerintahan," ujarnya, dikutip dari Antara.

    Pasalnya, kawasan Kampung Akuarium masuk dalam zona merah (P3) atau milik pemerintah dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Alhasil, itu merupakan milik pemerintah dan dipergunakan untuk fungsi pemerintahan, meski itu bentuknya perumahan.

    "Artinya, rumah susun yang dibangun itu milik pemerintah, bukan milik perseorangan atau kelompok," ucapnya.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Asa Warga Kampung Akuarium: Tanpa Sewa, Dikelola Koperasi
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar