Prabowo-Sandi Doyan Koleksi Surat Utang

Daftar Isi

    Foto: Calon Presiden dan Wakil Presiden 2019, Prabowo-Sandi

    LancangKuning.Com, Jakarta -- Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno kerap mengkritik tumpukan utang pemerintahan Jokowi-JK. Namun, jika menilik kekayaan Prabowo-Sandi, faktanya sumber kekayaan keduanya berasal dari kegemarannya mengoleksi surat utang.

    Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (11/2), disebutkan Prabowo memiliki total kekayaan senilai Rp1,95 triliun. Sedangkan Sandi tercatat mengantongi kekayaan lebih besar, yaitu Rp5,09 triliun.

    Dari total kekayaan Prabowo senilai Rp1,95 triliun, sebagian besarnya, yaitu Rp1,7 triliun setara 87,17 persen berbentuk surat berharga. Tidak jauh berbeda, dari total kekayaan Sandi yang senilai Rp5,09 triliun, sebagian besarnya Rp4,7 triliun setara 92,33 persen juga berbentuk surat berharga.

    Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menjelaskan mengacu kepada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasar Modal, surat berharga ialah surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, dan tanda bukti utang.

    "Surat berharga meliputi unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek," ujarnya, Senin (11/2), dilansir dari CNN Indonesia.

    Jika mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi surat berharga adalah surat bernilai uang yang dapat diperjualbelikan atau digunakan sebagai agunan saham maupun bukti penyertaan modal. Namun demikian, KPK tidak merinci penempatan aset untuk surat berharga baik oleh Prabowo maupun Sandia.

    Diketahui, Prabowo dan Sandi tidak hanya bergelut dalam dunia politik, tetapi juga di dunia wirausaha. Prabowo, misalnya, memiliki bisnis yang bergerak di berbagai bidang, sehingga tidak menutup kemungkinan Prabowo memiliki surat berharga dalam bentuk saham di perusahaan-perusahaan tersebut.

    Tercatat, Prabowo memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT Kertas Nusantara yang bergerak di bidang kertas dan bubur kertas. Prabowo membeli PT Kertas Nusantara dari pengusaha Bob Hasan yang dulunya bernama PT Kiani Kertas.

    Selain itu, Prabowo menjalankan bisnis yang bergerak dalam bidang penanaman dan produksi minyak kelapa sawit lewat PT Tidar Kerinci Agung. Lalu, PT Batubara Nusantara Coal yang merupakan anak dari PT Nusantara Energy. Perseroan bergerak dalam bidang pertambangan batu bara.

    Prabowo juga memiliki perusahaan yang bergerak di bidang perikanan, yaitu PT Jaladri Swadesi Nusantara dan PT Tanjung Redeb Hutani bisnis yang bergerak di bidang kehutanan dan perkebunan.

    Sementara, Sandi tercatat memiliki beberapa perusahaan. Sebut saja, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk yang didirikan bersama Edwin Soeryadjaya. Lewat Saratago Investama Sedaya, Sandi juga tercatat mengenggam saham di PT Adaro Energy Tbk dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. Lalu, PT Provident Agro Tbk yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.

    Selain saham, jenis surat berharga lainnya adalah surat utang atau obligasi. Mengutip laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), surat utang adalah salah satu efek yang tercatat di bursa di samping efek lainnya, seperti saham, sukuk, Efek Beragun Aset (EBA), dan Dana Investasi Real Estat (DIRE).

    Obligasi dapat dijelaskan sebagai surat utang jangka menengah panjang yang dapat dipindahtangankan, yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

    Obligasi dapat diterbitkan oleh korporasi maupun negara. Sampai saat ini, terdapat beberapa efek bersifat utang yang tercatat di bursa, antara lain obligasi korporasi, sukuk, Surat Berharga Negara (SBN) yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), serta Efek Beragun Aset (EBA).

    Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistiangsih menjelaskan 'kolektor' surat utang menerima pendapatan dari imbal hasil yang ditawarkan oleh penerbit. Imbal hasil tersebut diberikan rutin dalam setiap periode sesuai dengan perjanjian awal.

    "Untungnya kalau kita punya surat utang adalah kita punya cash flow (arus kas) yang rutin dan pokoknya (harga pokok surat utang) tidak hilang. Tapi return(imbal hasil) sesuai dengan kesepakatan, misalnya 10 persen. Kalau investasi saham dan properti harga pokok berubah-ubah bisa turun," kata Lana.

    Sebagai contoh, jika Prabowo memarkirkan asetnya pada surat utang sebesar Rp1 triliun dengan imbal hasil sebesar 8,5 persen dalam satu tahun, maka Prabowo akan menerima imbal hasil sebesar Rp85 miliar per tahun.

    Menurut Lana, surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah lebih aman ketimbang dengan surat utang korporasi. Sebab, pemerintah tidak pernah gagal bayar (default), berbeda dengan surat utang korporasi yang kemungkinan terjadi gagal bayar.

    Oleh karena itu, ia mengimbau kepada investor yang hendak membeli surat utang korporasi untuk mempertimbangkan rating surat utang dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Biasanya, korporasi yang memiliki rating utang rendah cenderung menawarkan imbal hasil yang tinggi.

    "Tapi kalau perusahaan tidak mampu bayar atau dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, maka pemilik obligasi akan mendapatkan uangnya lebih dulu daripada pemegang saham," imbuh dia.

    Sementara itu, Ekonom Bank Central Asia David Sumual berpendapat setiap instrumen investasi memiliki risiko masing-masing. Penempatan investasi, lanjutnya, mengacu profil risiko yang dianut oleh investor.

    "Tidak ada pakem yang baku (untuk penempatan investasi. Itu bergantung masing-masing orang memiliki perhitungan dan tergantung dari risk appetite (besar risiko) masing-masing," tukas David. (LKC)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Prabowo-Sandi Doyan Koleksi Surat Utang
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar