Nasrun Effendi: Riau Menggugah, 'Dari NKRI untuk Riau'

Daftar Isi

    LANCANGKUNING.COM - Oleh : H. Nasrun Effendi (Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Riau/Ketua Umum Persebatian Pemuka Masyarakat Riau)

    Sejarah mencatat, bahwa Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tahun 1928 adalah titik awal terbentuknya ‘Bangsa Indonesia’ yang terdiri dari kumpulan SARA di mana tanahnya adalah tanah adat milik anggota masyarakat hukum adat. Selanjutnya, setelah Negara terbentuk, maka ‘Bangsa Indonesia’ menguasakan kepada Negara sebagai organisasi tertinggi, makanya pasal 33 ayat 3 berbunyi Negara MENGUASAI bukan MEMILIKI. Setelah kemerdekaan NKRI, tidak ada lagi kumpulan SARA, tapi yang ada adalah WNI. Hubungan tanah dengan bangsa Indonesia bersifat abadi, oleh karena Bangsa Indonesia tidak bisa sebagai subyek hak, maka rakyatlah pemilik tanah sebenarnya.

    Ketika WNI yang baru lahir sebagai pemilik tanah abstrak, bila sudah mengusahakan tanah tersebut dan hidupnyan tergantung dari tanah tersebut sebagai pemilik tanah nyata (de facto), Negara memberikan legalitas sebagai pemilik tanah sebenarnya (de jure), cara cara tersebut di atas seperti Negara Hindia Belanda. Itu melanggar hak kepemilikan tanah sebagai benda tetap, melanggar konstitusi (pasal 26 UUD 1945). Negara harus melindungi rakyatnya termasuk hartanya.

    Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Masyarakat Adat mengakui hak masyarakat hukum adat. NKRI telah meratifikasi deklarasi ini dan selanjutnya dituangkan dalam UUD 1945. Idealnya Riau sebagai suatu komunitas masyarakat hukum adat Melayu, seharusnya mendapatkan hak ini dari NKRI sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 tersebut. Tapi kenyataannya, pengakuan hanya sebatas tertulis dalam UUD, sementara pelaksanaannya jauh berbeda.

    Di awal pembentukan NKRI, Riau tanah Melayu di bawah pemerintahan Raja-raja Melayu saat itu menggabungkan diri ke dal Page 2 of 3 kearifan lokal Melayu berupa toleransi keberagaman yang selalu memberikan situasi yang kondisif dalam masyarakatnya yang berbilang ras bangsa, suku, agama dan kepercayaan. SDA yang melimpah ruah, sampai saat ini paling tidak sudah 20 milyar barrel minyak bumi sudah dikuras atau setara dengan 10 ribu trilyun rupiah, belum lagi kayu hasil hutan, paling tidak 225 juta meter kubik kayu yang diangkut Pengusaha HPH atau setara dengan 225 trilyun rupiah, HTI, 2,8 juta hektar kebun sawit dan berbagai hasil alam lainnya, sampai hari ini masih tetap memberikan kontribusi kepada NKRI.

    Namun, dalam perjalanannya, setelah 70 tahun kemerdekaan, yang diawali dengan Sumpah Pemuda 90 tahun yang lalu, keyakinan para Raja-raja Melayu yang menggabungkan wilayah kekuasaannya dengan NKRI sebagai mana tersebut di atas, belum juga terwujudkan. Bahkan yang dialami Riau justru penindasan demi penindasan, pelecehan demi pelecehan, penzalimam demi penzaliman. Hal ini bisa dilihat dari perlakukan Pemerintah Pusat, antara lain; Riau (termasuk Kepri ketika itu) yang luasnya hampir separoh Indonesia dijadikan sebagai satu Keresidenan bersama Jambi dan Sumatera Barat dalam satu Provinsi Sumatera Bagian Tengah.

    Ini kebijaksanaan Pusat yang melecehkan marwah Riau. Untuk melepaskan diri dari Sumbagteng menjadi Provinsi sendiri saja, Riau sudah terpaksa melakukan perjuangan yang panjang dan tidak sedikit menguras pikiran dan energy. Yang sepatutnya Provinsi Riau dijadikan Pemerintahan Daerah Istimewa tersendiri seperti DIY. Riau sebagai bagian dari Provinsi Sumbagteng, konsekuensinya, perlakuan terhadap Riau disamakan dengan daerah lain yang ada di Pulau Jawa.

    Penguasaan terhadap lahan dan SDA sepenuhnya dipegang oleh Pemerintah Pusat dan dikelola dengan semena-mena sehingga menimbulkan kerusakan bahkan kepunahan yang hasilnya disentralisir di Pusat. Ini penzaliman yang nyata dan massif. Perhatikan data angka-angka berikut yang menggambarkan kondisi hari ini. Hari ini penduduk Riau berjumlah 6.657.900 jiwa diantaranya tercatat Angka Kemiskinan 11% (Nasional 10,70%), Pengangguran 7,43% (Nasional 5,61%), Laju Pertumbuhan 2,23%, (Nasional 5,02%), IPM 71,20%, (Nasional 70,18%). Alokasi APBN 2018 untuk Riau sebesar Rp. 29,781 T atau 1,7% dari APBN 1.750,3 T, sementara PDRB Riau 458,99 Trilyun Rupiah atau 5,37 % konstribusi terhadap PDRB Nasional.

    Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa percepatan terwujudnya kesejahteraan Page 3 of 3 masyarakat Riau yang dimaksudkan oleh Raja-raja Riau yang menggabungkan diri dengan NKRI, belum terbukti sama sekali. Kondisi ini selalu dan selalu disampaikan kepada Pemerintah Pusat yang silih berganti kepemimpinannya. Mulai pada pemerintahan Orla, Orba maupun Reformasi sekarang ini. Hasilnya tetap sama, tidak ada perubahan kebijakan untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat Riau.

    Sekarang ini zaman sudah berubah. Riau tidak lagi rela menerima tag basa basi ‘dari Melayu Riau untuk Indonesia’. Kini sudah saatnya tag tersebut diganti dengan ‘Dari NKRI untuk Riau’. Yang diminta Riau tidak berlebihan. Berikanlah kesempatan kepada Riau hak untuk mengatur pengelolaan SDA, dengan kewajiban kontribusi kepada Pusat ditentukan bersama. Jangan lagi menggunakan alasan bahwa Riau belum saatnya mengelola SDA dengan alasan SDM belum mampu, teknologi belum punya, biaya modal juga tidak ada.

    Apakah kalau Pusat yang mengelola, Pusat sudah punya persyaratan tersebut ? Kenyataannya, Pusat juga bekerjasama dengan pihak asing yang padat modal. Jadi janganlah melihat persoalan pengelolaan SDA ini dari sisi perhitungan keekonomian yang sarat dengan pertimbangan untung rugi yang pada akhirnya menguntungkan para kapitalis.

    Pertimbangkanlah dari sisi kewajiban Pemerintah melindungi hak-hak Riau selaku masyarakat hukum adat Melayu sebagaimana yang dimaksudkan dalam deklarasi PBB tersebut di atas dan yang tercantum dalam UUD 1945. Dengan demikian harkat dan martabat serta marwah Riau merasa dihargai. Janganlah karena marwah Riau yang terjejas ini akan menimbulkan pertikaian yang merugikan semua pihak di belakang hari.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami meminta agar Pemerintah Pusat memberikan kesempatan terakhir kepada Riau untuk memberikan marwah dengan mengelola SDA nya sebagai bagian dari NKRI. Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-90 tahun 2018 ini, semboyannya adalah ‘Dari NKRI untuk Riau’.

    *Tulisan ini disampaikan pada Simposium, 27 Oktober 2018 dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-90 tahun ditaja oleh Majelis Riau Bicara. (LK/yopi)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Nasrun Effendi: Riau Menggugah, 'Dari NKRI untuk Riau'
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar