Daftar Isi
LancangKuning- Cathay Pacific (CPCAY) kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawan dan menutup maskapai regionalnya Cathay Dragon karena tak kuat menahan guncang bisnis akibat pandemi covid-19.
PHK tersebut akan berdampak pada 5.300 karyawan di Hong Kong, tempat perusahaan itu berbasis. Selain itu, PHK juga akan berdampak ke sekitar 600 pekerja di luar pusat keuangan Asia tersebut.
Dalam sebuah pernyataan resminya, Cathay mengatakan berencana untuk menghilangkan pekerjaan tambahan yang masih belum terisi baik melalui penghentian perekrutan atau pengurangan tenaga kerja secara alami.
Baca Juga : Muhammadiyah Sebut Jokowi Kaji Opsi Penundaan Omnibus Law
Secara keseluruhan manajemen memprediksi Cathay akan mengurangi sekitar 8.500 pekerjaan di seluruh perusahaan, atau sekitar 24 persen dari jumlah karyawannya.
"Kami telah mengambil setiap tindakan yang mungkin dilakukan untuk menghindari kehilangan pekerjaan hingga saat ini, "kata CEO Cathay Pacific Group August Tang seperti dikutip CNN Business, Kamis (23/10).
Tang mengatakan maskapai juga telah melakukan berbagai upaya efisiensi mulai dari mengurangi kapasitas penerbangan, menangguhkan pengiriman pesawat baru, hingga membekukan rekrutmen dan memotong gaji eksekutif.
Meski demikian, hingga kini perusahaan masih terus 'membakar' 2 miliar dolar Hong Kong (US$ 258 juta) per bulan untuk bisa bertahan operasi.
Baca Juga : Risma Ajukan Cuti Akhir Pekan demi Jadi Jurkam Eri Cahyadi
Kemarin, maskapai juga sepakat akan mengurangi cash burn perusahaan sekitar 500 juta dolar Hong Kong (US$ 65 juta) per bulan.
Sementara itu, saham Cathay Pacific melonjak 4 persen pada hari Rabu di Hong Kong setelah berita tersebut tersebar. Seperti maskapai besar lainnya, Cathay Pacific telah mengambil langkah drastis untuk menopang bisnisnya tahun ini.
Awal musim panas ini, pemerintah Hong Kong setuju untuk melakukan bailout sebesar US$5 miliar dari maskapai itu dan masuk sebagai pemegang saham minoritas.
Cathay mengatakan minggu ini pihaknya berharap untuk mengoperasikan sekitar 10 persen dari kapasitas penerbangan penumpang pra-pandemi untuk sisa 2020, dan di bawah 50 persen untuk 2021.
Baca Juga : Usai Guru Dipenggal, 2 Wanita Muslim Ditikam di Dekat Menara Eiffel
Seperti diketahui, kurangnya kepercayaan konsumen, penurunan perjalanan bisnis, dan lonjakan virus covid-19 baru di Amerika Serikat, Eropa, dan tempat lain terus membebani perjalanan udara global.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) yang mewakili sekitar 290 maskapai penerbangan mengatakan pada pekan lalu bahwa mereka memperkirakan pendapatan maskapai penerbangan tahun ini akan turun 50 persen dari US$838 miliar pada 2019 menjadi US$ 419 miliar.
Kelompok perdagangan karena itu juga mendesak pemerintah untuk menggunakan pengujian covid-19 agar perbatasan dapat kembali dibuka dengan aman. Mereka juga meminta dukungan keuangan untuk bertahan hidup.
"Ini semata untuk mencegah keruntuhan sistemik industri penerbangan," kata IATA dalam sebuah pernyataan pekan lalu.
Komentar