Pertempuran di Nagorny-Karabakh Pecah, Potensial Perang Besar

Daftar Isi


    Foto: Ilustrasi tentara

    Lancang Kuning - Pertempuran antara Azerbaijan dengan wilayahnya yang memisahkan diri, Nagorny-Karabakh, yang didukung oleh Armenia, makin memanas usai pengumuman pengerahan militer kedua pihak.

    Setidaknya 23 orang tewas dalam pertempuran. Kedua pihak juga saling mengklaim warga sipilnya tewas dalam serangan. Pengamat memprediksi kawasan Kaukasus kini di ambang perang besar.

    Dikutip dari AFP, memanasnya konflik kedua pihak, menurut Kepresidenan Karabakh, bermula saat Azerbaijan memulai pemboman secara aktif di sepanjang garis depan Karabakh Minggu (27/9) pagi. Yang jadi sasarannya adalah wilayah sipil, termasuk kota utama kawasan itu, Stepanakert.

    Pihak pemberontak menyebut 16 pejuang separatis Armenia tewas dan lebih dari 100 lainnya cedera dalam pertempuran. Satu perempuan dan seorang anak etnis Armenia dikabarkan tewas.

    "Menurut data awal, 16 prajurit (Karabakh) tewas dan lebih dari 100 lainnya cedera," kata kementerian pertahanan pihak pemberontak.

    Mereka juga mengklaim menembak jatuh dua helikopter Azerbaijan dan tiga pesawat tak berawak alias drone.

    Presiden Karabakh Araik Harutyunyan, dalam rapat darurat parlemen di Stepanakert, pun mengumumkan "darurat militer dan mobilisasi militer total".

    "Saya mengumumkan darurat militer" dan mobilisasi semua orang yang masuk kategori pelayanan militer serta berusia lebih dari 18 tahun, kata dia.

    Harutyunyan pun menuding Turki mengirim tentara bayaran ke Azerbaijan.

     

    Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan pun mengutuk serangan Azerbaijan itu.

    "Rezim otoriter Azerbaijan sekali lagi menyatakan perang terhadap rakyat Armenia," cetusnya, dalam pidato di televisi.

    "Kami berada di ambang perang skala penuh di Kaukasus Selatan, yang mungkin memiliki konsekuensi yang tidak terduga," kata dia.

    Melalui akun Faceboook-nya, Pashinyan pun menyerukan "Bersiaplah untuk mempertahankan tanah air kita yang suci".

    Juru bicara kementerian pertahanan Armenia Artsrun Hovhannisyan mengklaim pasukan pemberontak Karabakh membunuh "sekitar 200 tentara Azerbaijan dan menghancurkan 30 unit artileri musuh dan 20 pesawat tak berawak".

     

    Di pihak lain, Azerbaijan menuding pasukan Armenia melanggar gencatan senjata.

    Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pihaknya melancarkan "serangan balasan untuk menekan aktivitas tempur Armenia dan menjamin keselamatan penduduk" dengan menggunakan tank, rudal artileri, pesawat tempur, dan pesawat tak berawak.

    Azerbaijan pun memberlakukan darurat militer dan jam malam di kota-kota besar.

    Juru bicara kepresidenan Azerbaijan Hikmet Hajiyev mengatakan "Darurat militer akan diberlakukan pada tengah malam serta jam malam dari jam 9 malam sampai jam 6 pagi," di Baku (ibu kota), beberapa kota, dan distrik lain yang dekat dengan garis depan Karabakh.

    Pihak Baku juga mengklaim jatuhnya korban dari warga sipil. Satu keluarga yang terdiri dari lima orang disebut tewas dalam penembakan yang diluncurkan oleh pasukan separatis Armenia Minggu (27/9). (LK)

     

    "Akibat tembakan artileri [pemberontak Karabakh] satu keluarga yang terdiri dari lima orang tewas di desa Gashalty," menurut pernyataan resmi kantor Jaksa Agung Azerbaijan.

    Kementerian luar negeri Azerbaijan juga melaporkan "kerusakan parah menimpa banyak rumah dan infrastruktur sipil" yang menyebabkan korban jiwa dan luka.

    Hajiyev juga mengklaim pihaknya telah merebut puncak Murovdag setinggi 3.000 meter yang strategis di Karabakh.

    Gunung itu strategis, kata kepresidenan, karena membantu mengendalikan komunikasi dan transportasi antara Yerevan, ibu kota Armenia, dan daerah kantong yang dikuasai Armenia.

    Dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu Minggu (27/9) pagi, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bersumpah akan mengalahkan pasukan Armenia.

     

    "Tujuan kami adil dan kami akan menang," cetus dia, "Karabakh adalah Azerbaijan."

    Merespons konflik bersenjata ini, Presiden Rusia Vladimir Putin membahas hal ini dengan Pashinyan dan menyerukan untuk "menyudahi permusuhan".

    "Pihak Rusia menyatakan keprihatinan serius atas meletusnya kembali bentrokan skala besar," kata pernyataan Kepresidenan Rusia, Kremlin.

    Sekutu Azerbaijan, Turki, menyalahkan Armenia atas gejolak tersebut dan berjanji memberikan "dukungan penuh" kepada pihak Baku, ibu kota Azerbaijan.

    "Rakyat Turki seperti biasa akan mendukung saudara-saudara kami di Azerbaijan dengan segala cara," Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berkicau lewat akun Twitter-nya.

    Seruan Damai

    Dari Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Paus Fransiskus mendoakan perdamaian di wilayah tersebut sambil meminta Prancis, Jerman, dan Uni Eropa mendorong "gencatan senjata segera".

    Ia juga menyerukan "sikap konkret dari niat baik dan persaudaraan" dari pihak yang bertikai.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku "sangat prihatin atas dimulainya kembali permusuhan baru" antara Armenia dan Azerbaijan di wilayah Nagorny-Karabakh yang didukung Armenia.

    "Sekretaris Jenderal dengan keras menyerukan kepada para pihak untuk segera menghentikan pertempuran, mengurangi ketegangan, dan kembali ke perundingan yang penuh arti tanpa penundaan," kata juru bicara Guterres dalam sebuah pernyataan.

    Kementerian Luar Negeri AS mengatakan telah menghubungi kedua negara "untuk mendesak kedua belah pihak segera menghentikan permusuhan."

    "Untuk menggunakan hubungan komunikasi langsung yang ada di antara mereka untuk menghindari eskalasi lebih lanjut, dan untuk menghindari retorika dan tindakan yang tidak membantu," lanjut pernyataan itu.

     

    Perang Berskala Besar

    Pengamat politik dari International Crisis Group Olesya Vartanyan meminta kekuatan global untuk meningkatkan pembicaraan demi menyetop konflik. Jika tidak, pertempuran besar akan meletus.

    "Kita hanya selangkah dari perang berskala besar," kata dia, kepada AFP.

    "Salah satu alasan utama eskalasi saat ini adalah kurangnya mediasi internasional proaktif antara pihak selama berminggu-minggu," tambahnya.

    Senada, Dmitry Trenin, Direktur Carnegie Moscow Center, menyebut negara besar untuk lebih mendorong penghentian konflik.

    "Perang berlanjut. Waktunya untuk Rusia, Prancis dan AS, secara individu maupun bersama-sama, untuk menghentikannya," kicaunya lewat Twitter.

    This photo taken from a footage distributed by Armenian Defense Ministry Press Service on July 14, 2020, shows the smoke from the explosions of the shelling by Armenian forces in the Tovuz region of Azerbaijan. Skirmishes on the volatile Armenia-Azerbaijan border escalated Tuesday, marking the most serious outbreak of hostilities between the neighbors since the fighting in 2016. (Armenian Defense Ministry Press Service via AP)

    Nagorny-Karabakh merupakan bagian wilayah Azerbaijan yang dihuni oleh mayoritas etnis Armenia. Sejarah konflik dua pihak yang berada di wilayah Kaukasus ini sudah terjadi sejak perang Nagorno-Karabakh pada 1980 hingga 1994.

    Usai keruntuhan Uni Soviet, wilayah ini memproklamasikan kemerdekaannya pada 1991. Namun, itu tak diakui dunia internasional. Referendum kemudian dilakukan pada 2017 dengan mayoritas mendorong kemerdekaan. Negara-negara besar pun kembali tak mengakui hasilnya. Hanya kepada Armenia Karabakh bergantung.

    Perundingan berlarut-larut yang dimediasi negara-negara besar hingga kini tetap tak menemui hasil signifikan. Gencatan senjata antara Karabakh dengan Azerbeijan terakhir terjadi pada 1994. Upaya Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, yang tergabung dalam "Grup Minsk", pada 2010 pun gagal.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Pertempuran di Nagorny-Karabakh Pecah, Potensial Perang Besar
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar