Refleksi 1 Tahun, Pengamat Nilai KPK Alami Degradasi

Daftar Isi

    Lancang KuningDosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai KPK mengalami degradasi luar biasa selama satu tahun terakhir. Ia mengatakan hampir separuh kemerosotan kinerja disebabkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri, sedangkan sisanya akibat implikasi UU KPK yang direvisi.

    "Menurut saya Ketua KPK ini menyumbang hampir separuh dari degradasi yang terjadi pada KPK," kata Zainal dalam agenda diskusi webinar 'Refleksi 1 Tahun Revisi Undang-undang KPK', Senin (21/9).

    Uceng, sapaan akrabnya, berujar bahwa KPK memasuki era kenormalan baru namun melangkah menuju ke arah yang keliru. Hal itu dapat dilihat dari lambatnya penangkapan koruptor hingga dugaan gaya hidup mewah yang diperlihatkan Firli selaku nakhoda KPK.

    "Sekarang kenormalan baru adalah kebalik. Pulang kampung naik helikopter, dibanding bicara pemberantasan korupsi mending masak nasi goreng, banyak lagi tindakan lain yang kelihatan bersahabat dalam kasus Harun Masiku, dalam kasus ketika penyidiknya disandera di PTIK tapi semua dikubur begitu saja," kata Uceng.

    "Tidak ada lagi upaya kuat pemberantasan korupsi yang kita bayangkan," tambahnya.

    Ia menuturkan selama ini masyarakat sipil sudah terjebak dalam pendekatan yang disebutnya terlalu institusionalis dengan menaruh harapan yang tinggi terhadap KPK.

    Sedangkan ketika KPK rapuh seperti saat ini, menurut dia, masyarakat menjadi kehilangan arah alias bingung.

    "Memang kita terlalu percaya KPK dulu, menaruh harapan terlalu besar, mencoba membentengi KPK, tapi KPK sendiri rapuh. Dan begitu dia beralih kita mengalami kebingungan," katanya.

    Melihat kondisi yang telah terjadi, Uceng berpendapat bahwa sudah saatnya masyarakat sipil tidak lagi menjadikan KPK sebagai faktor penting dalam pemberantasan korupsi. Ia bilang masyarakat sipil sudah saatnya membangun gerakan antikorupsi baru.

    "Mungkin saatnya kita bangun gerakan di luar itu. Gerakan-gerakan perempuan harus dikedepankan, gerakan kampus, gerakan integritas, mungkin membangun dari bawah menjadi salah satunya," ujarnya.

    Ia melanjutkan, gerakan pemberantasan korupsi juga sudah harus memikirkan bargaining atau tawaran kepada negara. Menurut dia, kandidat calon presiden tahun 2024 sudah akan 'memanasi mesin' di 2022 mendatang.

    "Dan ada banyak peluang kita, masyarakat sipil, untuk menawarkan siapa pun yang mau terpilih menjadi presiden, itu harus mengikuti agenda publik yang sekian lama sudah ditinggalkan," pungkas dia.

    Meskipun, lanjut Uceng, masyarakat sipil juga harus menghindari jebakan oligarki yang memiliki banyak kepentingan.

    "Mungkin banyak pelajaran yang kita ambil dari kasus Jokowi kemarin. Karena sebenarnya kita sudah melakukan hal yang kurang lebih sama kepada pak Jokowi, tetapi kemudian alat kontrolnya menjadi sangat lemah karena begitu Pak Jokowi tidak lagi menikah dengan rakyat dan memilih menikah dengan oligarki, agenda publik kemudian ditinggalkan," sebutnya.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Refleksi 1 Tahun, Pengamat Nilai KPK Alami Degradasi
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar