Daftar Isi
Foto: KPU. (Istimewa)
Lancang Kuning, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi desakan masyarakat yang meminta Pilkada Serentak 2020 ditunda karena pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia.
Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan hingga saat ini belum ada perubahan aturan waktu penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. KPU hanya menjalankan undang-undang yang berlaku.
"KPU tetap berpedoman pada PKPU Nomor 5 Tahun 2020 dan ini tindak lanjut Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang diundangkan jadi UU Nomor 6 Tahun 2020. Sepanjang belum ada keputusan lain, tentu kami wajib melaksanakannya," kata Dewa dalam webinar yang digelar KPU, Selasa (15/9).
Dewa mengatakan penundaan pilkada memang dimungkinkan dalam undang-undang. Penundaan bisa dilakukan melalui kesepakatan antara KPU, pemerintah, dan DPR. Namun menurutnya belum ada opsi penundaan hingga saat ini.
"Sekali lagi tahapan tetap dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku," tuturnya, dilansir dari CNN Indonesia.
Dewa memahami sejumlah kalangan masyarakat menuntut penundaan pilkada. Ia menilai tuntutan itu sebagai kepedulian masyarakat terhadap kerja KPU.
Di saat bersamaan, KPU berusaha memperketat penerapan protokol kesehatan terkait Covid-19. Salah satunya dengan merevisi PKPU Nomor 4 Tahun 2017 terkait kampanye.
"Kami atas masukan berbagai pihak itu juga sedang melakukan sejumlah pendalaman mudah-mudahan bisa kita selesaikan," ucap Dewa.
Pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kelima kiri) dan Teguh Prakosa (kelima kanan) menaiki sepeda ontel menuju kantor KPU Solo untuk melakukan pendaftaran Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) 2020 di Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/9/2020).
Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa yang diusung PDI Perjuangan resmi mendaftarkan diri ke KPU Kota Solo sebagai pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada Pilkada 2020 mendatang.
Sebelumnya, desakan penundaan pilkada menguat usai Bawaslu mencatat 316 bapaslon di 243 daerah melakukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Usai kejadian itu, sejumlah kalangan menuntut penundaan pilkada. Bahkan sebuah petisi yang diinisiasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat di change.org telah ditandatangani 31.548 orang per Selasa (15/9).
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat 280 dari 309 daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 telah terpapar virus corona.
Deputi I Sistem dan Strategi BNPB Bernardus Wisnu Widjaja mengatakan 280 daerah itu terbagi dalam tiga kategori zona, yaitu merah, oranye, dan kuning.
Presiden Joko Widodo menyatakan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 harus tetap dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, kata Jokowi, tak ada satu pun negara termasuk Indonesia yang mengetahui kapan pandemi ini akan berakhir.
Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengkritik langkah Presiden Jokowi yang mendesak KPU agar tetap menggelar Pilkada Serentak di masa pandemi Covid-19.
Dia berpendapat, presiden tidak seharusnya mengatur-atur KPU. Sebab KPU adalah lembaga mandiri yang bebas intervensi dan bisa menentukan kebijakannya sendiri.
Hadar juga mengkritisi desain Pilkada 2020 yang menurutnya keliru sejak dimulai lagi 15 Juni 2020. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota mengharuskan KPU berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR jika hendak menunda pilkada.
Dengan aturan itu, kata Hadar, KPU kehilangan kemandirian untuk mengelola pilkada. Padahal menurut Hadar, seharusnya KPU bisa menyetop pilkada jika pandemi Covid-19 semakin parah. (LK)
Komentar