Daftar Isi
Foto: Opini Dosen UIN Suska Riau dan Aktivis PAHAM Riau, M Alpi Syahrin, SH, MH
Lancang Kuning, PEKANBARU - “Hukum bernilai bukan karena itu adalah hukum, melainkan karena ada kebaikan di dalamnya. (A law is valueable not because it is law, but because there is right in it). Henry Ward Beecher”.
Pemahaman masyarakat mengenai hukum, pada umumnya mengalami perkembangan dari masa ke masa, tidak salah memang, karena proses perkembangan pemahaman terhadap hukum tersebut dapat membantu manusia untuk mempelajari konsep dan Hukum itu bekerja dalam penyelesaian maslaah yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat, ilmu dan tekhnologi.
Baca Juga: Menuju Prosedur New Normal, Forkopimda Giat Apel Bersama
Dalam dua hari ini, penulis dihadapkan pada sebuah pertanyaan melalui media sosial terkait dengan permasalahan seorang Ibu beranak tiga yang melakukan pencurian tiga tandan buah Sawit (TBS) di perusahaan Milik Negara PTPN V, pencurian tersebut dilakukan dengan alasan karena pikirannnya kalut saat melihat anak-anaknya merengek kelaparan.
Pertanyaa-pertanyaan seperti ini selalu muncul dalam setiap sesi diskusi ataupun proses perkuliahan dikampus, yang akan dibandingkan dengan permasalahan korupsi yang prosesnya memakan waktu yang tidak sebentar, sedangkan ibu yang mencuri tiga tandan buah Sawit (TBS) prosesnya begitu cepat, sesuai dengan Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menggantikan Undang - Undang Nomor 35 tahun 1999 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970 yang dalam Pasal 4 ayat (2) menyatakan, bahwa peradilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Baca Juga: Catat Tanggalnya, Pemkab Meranti Perpanjang Siswa Belajar di Rumah
Dari banyaknya pertanyaan yang muncul itu, tentu saja kita melihat perbedaan yang mencolok tentang proses penegakan hukum yang sederhana, cepat dan biaya ringan, sedangkan kasus Korupsi (misalnya) cenderung bertentangan dengan asas peradilan, cenderung tidak sederhana, cenderung membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.
Berdasarkan data, banyak kasus yang belum tuntas prosesnya, diantaranya adalah Kasus bank century, KPK menjadikan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang 4 Kebijakan Pengelolaan Moneter dan Devisa, yaitu Budi Mulya divonis 15 tahun di tingkat kasasi MA pada 2015. Namun KPK belum menjerat pelaku lain dalam kasus ini.
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Padahal dalam putusan terhadap Budi Mulya, hakim menyebut Budi Mulya melakukan korupsi Bank Century secara bersama-sama. Bersama-sama itu siapa saja?, ini tidak sederhana, lambat dan biaya yang tidak sedikit.
Selain kasus bank century, misalnya kasus E-KTP, kasus PT. Garuda, Hambalang, sumber waras, dan lain sebagainya, sampai-sampai masyarakat lupa karena banyaknya kasus yang belum tuntas.
Kenapa kasus-kasus tersebut lama dan tidak sesuai dengan Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Kembali kepada kasus ibu yang beranak tiga yang melakukan pencurian tiga tandan buah Sawit (TBS) di perusahaan Milik Negara PTPN V, tetap dihukum karena jelas berdasarkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3 berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum".
Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru
Artinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur menurut hukum yang berlaku. Dalam kasus ini tentu saja dengan mudah mencari pasal yang sesuai dengan kronologis kejadian, dalam hal ini aparat kepolisian sudah dengan mudah membuat Berita acara pemeriksaan, karena pasal dan unsur-unsur pasalnya sangat mudah dipahami, pembuktiannya dengan mudah dihadirkan didalam proses persidangan, ada pelaku, yaitu ibu Rica yang melakukan pencurian tiga tandan buah Sawit (TBS), ada yang dirugikan, yaitu perusahaan Milik Negara PTPN V, ada saksi-saksi.
Disisi lain, tentu saja pengakuan dari ibu Rica bahwa memang telah mengambil tiga tandan buah Sawit (TBS), sehingga apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dapat dengan mudah dilaksanakan, sehingga dalam waktu sesingkat-singkatnya menghasilkan putusan bahwa Rica Marya Boru Simatupang (31), terbukti bersalah, secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 354 KUHP melakukan tindak Pidana ringan mencurian tiga tandan Sawit. Namun hakim tidak menahan Terdakwa dan hanya menjalani masa Percobaan Selama dua Bulan.
Substansi pertanyaan masyarakat pada umumnya adalah, kenapa ibu Rica dihukum, padahal mencuri karena alasan yang sangat jelas, hanya karena perut anaknya tidak lagi dapat berkompromi, sementara beras didapur tidak ada. Sebagai orang Hukum, jawaban sederhananya adalah karena melanggar ketentuan peraturan Perundang-undangan.
Akan tetapi jawaban sederhana itu tidak akan dapat diterima dengan berbagai alasan dan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya hanya dapat dijawab oleh Negara. Karena jelas berdasarkan pasal 34 Ayat 1 UUd 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Sebaliknya, kasus tindak pidana korupsi yang sampai saat ini belum tuntas, bahkan masyarakat lupa tentang kasus-kasus korupsi itu.
Pertanyaan masyarakat kenapa tidak tuntas dengan cepat sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, sebgai orang hukum, jawabannya sederhana, yaitu, kasus korupsi tidak sesederhana itu ferguso. Kalau kasus tindak pidana Ringan yang penulis ilustrasikan dengan konsep asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, karena memang tidak sulit untuk membuktikan.
Karena orientasinya adalah memang karena kebutuhan hidup, akan tetapi tindak pidana Korupsi dilakukakan oleh orang-orang yang berpendidikan, dan tidak menutup kemungkinan tim pembelanya adalah orang yang benar-benar ahli serta memahami konsep hukum bahkan mungkin saja pembela-pembela itu orang-orang yang telah membaca ratusan hingga ribuan buku hukum, filsafat dan konsep keadilan. Sehingga prosesnya sangat lama, tidak sederhana dan biaya yang tidak sedikit. (LK)
Catatan: Judul dan Artikel isi berita sudah merupakan tanggungjawab penulis opini
Komentar