Mahasiswa: New Normal or Abnormal?

Daftar Isi

    Foto: Opini oleh Menteri Sosial Masyarakat BEM Universitas Riau, Rios Apriliyan Saputra 

    Lancang Kuning, PEKANBARU -- Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan New Normal dengan rincian 102 wilayah di seluruh Indonesia. Keputusan ini diumumkan hari Sabtu tanggal 30 Mei 2020 oleh Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo di Graha BNPB. 

    Baca Juga: Gila, Tentara Amerika Serang Pendemo Pakai Helikopter Perang

    Kebijakan ini juga diterapkan oleh beberapa Negara di dunia seperti Korea Selatan yang diambil karena sektor perekonomian yang terguncang hebat akibat adanya Pandemi Covid-19.

    Dari data yang ada di situs pemantauan Covid-19 Nasional, kasus Pasien positif Covid-19 bertambah 700 orang di seluruh Indonesia pada 31 Mei. Dengan demikian total pasien positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 26.473 orang. 

    Baca Juga: Mengerikan, Kebrutalan Polisi AS Tewaskan 7 Ribu Lebih Sipil

    Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto mengatakan, Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah kenaikan pasien positif Covid-19 terbanyak pada 31 Mei. Ada penambahan 244 kasus di daerah itu dalam sehari terakhir. 

    Selain Jawa Timur, ada empat provinsi lain dengan kenaikan pasien positif Covid-19 terbanyak yakni DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

    Baca Juga: Sejumlah Fakta Keberangkatan Jemaah Haji 2020 Dibatalkan

    "Ada lima provinsi yang masih tingi dan mengalami kenaikan yang pertama Jawa Timur. Sekarang menjadi 244 positif. Ada penambahan dibanding kemarin sebanyak 199. DKI kemarin 101 dan sekarang naik jadi 118,” kata Yurianto saat menyampaikan perkembangan kasus Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (31/5/2020). 

    “Kemudian NTB mengalami peningkatan 42 orang. Jawa Tengah mengalami peningkatan 37 orang. Sulawesi Selatan meskipun menurun dibanding kemarin angkanya masih signifikan yaitu bertambah 31 orang,” lanjut dia. 

    Baca Juga: Jokowi Marah, Apa Benar Kondisi Ekonomi RI Sudah Parah?

    Namun, sebanyak 40 pasien Covid-19 meninggal dunia dalam periode 30 – 31 Mei 2020. Total, ada 1.613 pasien Covid-19 di Indonesia yang meninggal dunia. Sementara di Negara lain yang sudah menerapkan kebijakan New Normal, malah terjadi kekacauan setelah kebijakan tersebut diterapkan. 

    Contohnya adalah Korea Selatan. Setelah kebijakan tersebut diterapkan, Korea Selatan mengalami rekor kasus harian terbesar yang baru pertama kali terjadi dalam kurun waktu 53 hari. 

    Pembatasan ketat baru akan berlaku di wilayah metropolitan ibukota, dan berlaku hingga 14 Juni 2020. Warga Seoul juga disarankan untuk menghindari pertemuan sosial atau pergi ke tempat-tempat ramai, termasuk restoran dan bar. Fasilitas keagamaan diminta ekstra waspada dengan melakukan tindakan karantina. 
    "Dua minggu ke depan sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi di wilayah metropolitan. Kita harus kembali melakukan pembatasan sosial secara penuh jika kita gagal," kata Park dilansir dari The Guardian (28/5/2020). 

    Park memohon kepada penduduk di wilayah ibukota dan sekitarnya untuk menghindari pertemuan yang tidak perlu dan mendesak perusahaan untuk mengizinkan karyawan yang sakit mengambil cuti.

    Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI) menilai pemerintah terlalu memaksakan penerapan tatanan kenormalan baru atau new normal. Ketua PSHTN FHUI, Mustafa Fakhri, mengatakan pemerintah tidak memiliki kebijakan yang jelas dalam penanganan dan pengendalian Covid-19. "Menurut saya ini bukan hanya prematur, tapi 'bayi new normal' ini sama saja dengan bayi sungsang yang dipaksakan harus lahir," kata Fakhri. 

    Ia menuturkan, hingga saat ini pemerintah belum mencabut peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang merujuk pada UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) juga masih berlaku.

    "Sebelumnya kan ada PSBB yang berdasar pada UU Kekarantinaan Kesehatan. Lalu di-declare oleh presiden, Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam," ucapnya. "Kedua policy tersebut belum dicabut, sekonyong-konyong ada new normal," imbuh Fakhri. 

    Menurut Fakhri, kenormalan baru dapat disusun dan diterapkan pemerintah ketika tidak ada lagi penambahan kasus positif baru Covid-19. Itu pun dengan catatan bahwa penerapan kelaziman baru harus dilakukan secara hati-hati. 

    Ia kemudian mencontohkan kebijakan kenormalan baru di Korea Selatan yang melahirkan gelombang baru Covid-19. "Macam di Korsel, yang katanya sudah tidak ada kasus, tapi ketika diterapkan new normal, langsung ribuan yang harus isolasi mandiri dan beberapa korban baru positif Covid-19," kata Fakhri.

    Dari data yang sudah kita sama-sama ketahui, seharusnya Pemerintah melakukan dulu evaluasi terhadap kebijakan PSBB yang telah dilakukan. Baru bisa melakukan kebijakan New Normal. 

    Karena dalam pelaksanaan nya, kita tahu bahwa ada pelonjakan kasus baru ketika kebijakan ini diterapkan di beberapa wilayah. Seperti protokol kesehatan yang seharusnya tidak ditinggalkan dan dijaga kedisiplinan nya malah diabaikan oleh masyarakat. 

    Beberapa daerah yang belum melakukan kebijakan New Normal, masih banyak masyarakat yang belum menyadari dan menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh Pemerintah. Jadi sebenarnya tugas Pemerintah saat ini adalah untuk menekan adanya penerapan protokol kesehatan kepada masyarakat. Dengan begitu, pelonjakan kasus baru bisa diminimalisir.
    Selain itu, dana bantuan sosial juga masih banyak evaluasi. Karena dilapangan sendiri, masih banyak dana bantuan yang tidak tepat sasaran dan belum sampai kepada yang membutuhkan. 

    Seharusnya hal ini juga menjadi catatan kepada pemerintah untuk segera membenahi sistem dan alur pendistribusian bantuan sosial kepada masyarakat sehingga masyarakat yang memang membutuhkan bisa terbantu dan tidak makin terbebani. 

    Harapannya kebijakan yang diambil bukan kebijakan latah yang mengikut kepada tren dunia. Jangan sampai kebijakan New Normal menjadi Kebijakan Abnormal. (LK)

    Catatan: Judul dan isi artikel ini sudah menjadi tanggungjawab penuh penulis opini

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Mahasiswa: New Normal or Abnormal?
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar