Daftar Isi
Lancang Kuning - Praktik pekerjaan sosial adalah praktik profesi yang dilandasi oleh keilmuan, keterampilan dan nila-nilai (kode etik) sebagaimana profesi lainnya. Suatu pekerjaan dikatakan sebuah profesi apabila menurut Greenwood memenuhi kriteria di bawah ini, yaitu pertama harus mempunyai pengetahuan dasar dan mengembangkan sekumpulan teori yang sistematis yang mengarahkan keterampilan-keterampilan praktik. Persiapan pendidikan haruslah bersifat intelektual atau praktikal. Kedua, kewenangan dan kredibilitas dalam hubungan klien-tenaga profesional didasarkan atas penggunaan pertimbangan dan kompetensi profesional.
Selanjutnya ketiga, suatu profesi diberi kekuatan untuk mengatur dan mengontrol keanggotaan, praktik profesional, pendidikan dan standar kinerjanya sendiri. Masyarakat membenarkan kekuatan-kekuatan pengaturan dan hak-hak istimewa profesional. Keempat suatu profesi mempunyai kode etik pengaturan yang mengikat, yang dapat ditegakkan, eksplisit dan sistematis yang memaksa perilaku etik oleh anggota-anggotanya. Kelima suatu profesi dibimbing oleh budaya nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol dalam suatu jaringan organisasi dan kelompok-kelompok formal dan informal sebagai saluran untuk profesi itu berfungsi dan melaksanakan pelayanan-pelayanannya (Fahrudi, 2012).
Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa pekerja sosial merupakan suatu profesi karena memenuhi kelima hal tersebut. Pekerja sosial profesional sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, menyatakan bahwa pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja baik di lembaga pemerintahan maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan/ atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.
Seseorang dikatakan memiliki profesi sebagai pekerja sosial profesional apabila ia telah menempuh pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial. Artinya ia telah mendapatkan pembelajaran berbagai teori dan praktik yang berkenaan pekerjaan sosial di perguruan tinggi. Mereka memiliki berbagai keterampilan yang menunjang dalam praktik pertolongan yang dilakukan oleh pekerja sosial. Beberapa keterampilan tersebut, diantaranya keterampilan dalam memberikan pertolongan dasar, melakukan perjanjian, melakukan observasi, berkomunikasi efektif, lobying dan keterampilan berempati pada klien (penerima manfaat).
Baca Juga : Tempat Wisata di Pekanbaru
Sebagai suatu profesi sebagaimana profesi lainnya memiliki organisasi atau institusi yang menaungi profesi tersebut. Contoh dokter mempunyai IDI, perawat mempunyai PPNI, guru mempunyai PGRI dan lain sebagainya. Organisasi ini berfungsi untuk melindungi, memberdayakan dan menjadi pengawas (kontrol sosial) dalam praktik yang dilakukan oleh profesi tersebut. Pekerja sosial profesional memiliki organisasi yang menaunginya, yaitu Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia yang selanjutnya disebut IPSPI.
IPSPI hadir dengan tujuan untuk mewadahi profesi pekerjaan sosial profesional di Indonesia. Organisasi ini diberi kekuatan, kewenangan untuk mengatur dan mengontrol keanggotaan, praktik profesional, pendidikan dan standar kinerja para anggotanya. Hal ini dimaksudkan agar saat melakukan praktik pertolongan pada klien (penerima manfaat) didasarkan atas penggunaan pertimbangan dan kompetensi profesional.
Hal yang paling penting dari keberadaan IPSPI ini adalah untuk meningkatkan pengakuan dan kompetensi praktik agar melahirkan pekerja sosial yang profesional, berkualitas dan akuntabel. Sebagai sebuah profesi, pekerja sosial profesional dalam praktiknya dibimbing dan diatur oleh nilai-nilai, norma-norma yang bersifat mengikat dan memaksa yang berfungsi untuk kontrol sosial atau pengawasan baik dilakukan oleh IPSPI maupun masyarakat umum. Semua hal ini tertuang dalam kode etik pekerja sosial profesional yang akan penulis paparkan.
Baca Juga : Indikator Pendukung Dalam Meningkatkan Akreditasi Kampus
Kedudukan kode etik bagi suatu profesi sangat penting. Tujuan dibuatnya kode etik oleh IPSPI adalah sebagai pedoman dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial profesional. Di dalamnya berisi panduan tentang bagaimana bersikap dan berperilaku saat memberikan pertolongan pada klien (penerima manfaat). Selain itu juga berisi rambu-rambu tentang hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan saat melakukan praktik pekerja sosial sehingga keberadaan kode etik berfungsi melindungi para anggotanya agar tidak melakukan malpraktek.
Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) telah menetapkan kode etik profesi pekerjaan sosial yang selanjutnya disebut dengan KODEPEKSOS. Tujuannya, yaitu sebagai landasan untuk memutuskan persoalan-persoalan etika manakala perilaku pekerja sosial dalam menyelenggarakan hubungan profesional dengan klien, rekan sejawat, lembaga tempat pekerja sosial bekerja dan dengan masyarakat dinilai menyimpang dari sandar perilaku etik.
Dalam tulisan kali ini, penulis akan fokus pada pembahasan kode etik pekerja sosial dalam mengatur hubungannya dengan klien, diantaranya yaitu pekerja sosial profesional harus mengakui, menghargai dan berusaha sebaik mungkin melindungi kepentingan klien dalam konteks pelayanan. Pekerja sosial harus memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi profesionalnya. Pemberian informasi mengenai layanan kesejahteraan sosial oleh peksos harus akurat dan lengkap tentang keluasan lingkup, jenis dan sifat pelayanan. Pekerja sosial memberitahukan hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan dan resiko yang melekat pada dan atau timbul dari hubungan pelayanan yang diberikan.
Baca Juga : Tempat Wisata di Riau
Selain itu juga, bila diperlukan pekerja sosial dapat meminta saran, nasihat dan bimbingan dari rekan sejawat dan atau penyelia demi kepentingan klien. Ketika praktik pertolongan dilakukan oleh peksos sedang berlangsung dan di tengah perjalanannya lingkungan dan suasana tidak lagi memungkinkan bagi pemberian layanan kesejahteraan sosial, peksos dalam hal ini harus segera menarik diri. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah dengan memberitahu klien tentang pengakhiran konteks pelayanan, baik yang dilakukan melalui pengalihan, perujukan atau pemutusan pelayanan.
Pekerja sosial profesional wajib mengakui, menghargai, berupaya mewujudkan dan melindungi hak-hak klien. Bila pekerja sosial profesional melimpahkan/memberikan wewenang kepada orang lain untuk bertindak demi kepentingan klien, pekerja sosial harus menjaga agar pelayanan tersebut sesuai dengan kepentingan klien. Pekerja sosial tidak ikut campur dalam tindakan yang melanggar atau mengurangi hak-hak sipil atau hak-hak asasi klien.
Pekerja sosial profesional menjaga kerahasiaan klien dalam konteks pelayanan termasuk bila melibatkan pihak ketiga dalam pelayanan. Memberitahu klien tentang pentingnya kerahasiaan informasi dalam konteks pelayanan. Memberitahukan catatan informasi atas permintaan klien dan sejauh itu untuk kepentingan pelayanan. Tidak membuka rahasia klien kepada pihak lain, kecuali atas perintah ketentuan hukum. Tidak membuka rahasia klien kepada pihak lain tanpa mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan, sekalipun pertimbangan-pertimbangan profesional mengharuskannya.
Pekerja sosial profesional tidak dibenarkan memanfaatkan hubungan dengan klien untuk kepentingan pribadi dan memberikan atau melibatkan diri dalam hubungan dan komitmen yang bertentangan dengan kepentingan klien. Pekerja sosial profesional tidak dibenarkan melakukan, menyetujui, membantu, bekerja sama atau ikut serta dalam konteks pelayanan yang diskriminatif atas dasar ras, status sosial, ekonomi, etnis budaya, warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual, usia, agama, status perkawinan, pandangan politik dan perbedaan kapasitas mental atau fisik serta terhadap orang dengan HIV/AIDS dan mantan narapidana.(Fuzon)
Komentar