Daftar Isi
LancangKuning.com - Polemik Anggaran Belanja Pemerintah Daerah Riau kembali menjadi perbincangan hangat di ruang publik. APBD Riau yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat riau cenderung digunakan untuk hal – hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat riau.
DPRD Riau hari ini akan mengganggarkan pengadaan 3 jenis kendaraan untuk pimpinan dengan total anggaran Rp 10.414 Miliar dari APBD 2020 diantaranya, Pembelian jenis mobil Jeep dengan nilai Rp 7.100 miliar, mobil jenis Sedan dengan nilai Rp 2,165 miliar dan mini bus sebesar 1.148 miliar.
Selain itu juga DPRD Riau juga melakukan belanja pengadaan di APBD 2020 dengan melakukan pembelian dispenser, tempat tidur, proyektor, kipas angin, pendingi ruangan AC, pengantian gorden, karpet, televisi, radio, tape, pompa air, pengharum ruangan, CCTV dengan nilai total anggaran pemborosan Rp 15.037 Miliar untuk rumah jabatan dan gedung DPRD
Riau.
Pengamat Kebijakan Publik M Rawa El Amady menilai, “ini sangat miris di tengah kemiskinan masih 7,08%, dan jumlah anak yang putus sekoah mencapai 44,36%, pertumbuhan ekonomi 2,74% (2019), jumlah angkatan kerja yang tamat dan tidak tamat sekolah dasar 35,18%, dan hanya 4,39 % penduduk di rawat di rumah sakit, 51,20% penduduk minum dengan air isi ulang, dan baru 44,97% penduduk bisa akses internet," ujarnya.
“Bisa dibayangkan riau yang memerlukan pemikiran untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditampilkan tersebut justru tidak menjadi perhatian anggota wakil rakyat," sambungnya.
Menurut Rawa, “sejak reformasi DPRD menjadi lembaga super body. LPAD tahun 2002-2003 melakukan monitoring. hasil monitoring ini secara sangat jelas mengmbarkan bahwa DPRD tidak menunjukan kinerja untuk menyehatkan demokrasi dengan orientasi kepentingan sangat individu,"tuturnya.
Dia menjelaskan, “sejak awal reformasi sampai sekarang yang sudah 20 tahun DPRD Provinsi Riau belum menunjukkan perubahan, alias masih sama ketika kami monitoring di tahuan 2002-2003. bahkan menjadi beban biaya daerah yang seharusnya dialokasikan ke untuk kepentingan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah diatas," jelasnya.
Kemudian dia juga mengatakan, “atas dasar pertimbangan itu, maka pilihannya adalah mempertajam otonomi daerah yang fokus di kota dan kabupaten. sekarang ini, otonomi daerah agak banci karena tumpang tindih kepentingan antara provinsi dan kabupaten. jika otonomi ada ada di kota - kabupaten seharusnya provinsi tidak berfungsi politis, tetapi berfungsi administratif sebagai perwakilan pusat di daerah. sebagai kepala administratif, tugasnya hanya koordinasi dan implementasi program pusat di daerah. seluruh perencanaan program daerah adanya di kota dan kabupaten, lalu lalu disinkroniasikan di provinsi," katanya.
“Provinsi sebagai perwakilan pusat diangkat bukan melalui proses politik dan tidak perlu juga diawasi melalui proses politik. oleh karenanya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi tidak dibutuhkan. jika gubernur ditiadakan dan DPRD dihapus maka dapat dipastikan triliyunan rupiah bisa disalurkan ke masyarakat toh keberadaan DPRD juga lebih mewakili kepentingan pribadinya," ungkapnya.
Berdasarkan catatan FITRA Riau bahwa ditemukan anggaran pemborosan di belanja sekretariatan dewan dalam bentuk belanja modal pengadaan yang sangat fantastis besar dengan total anggaran pemborosan senilai Rp 15.629.557.500 Miliar.
Pemborosan tersebut terlihat untuk pengadaan perlengkapan rumah jabatan dengan nilai Rp 1,209 M, pengadaan perelengkapan gedung kantor,dengan nilai Rp 300 juta pengadaan peralatan rumah jabatan dengan nilai Rp 747 Juta, pengadaan peralatan gedung kantor dengan nilai Rp 2,366 miliar.
Item pemborosan tersebut adalah pembelian disepenser, kipas angin, TV, pendingin ruangan AC, parfum ruangan, karpet, tempat tidur, gorden, proyektor, kamera cctv, lampu penghias taman rumah jabatan, pompa air dan belanja perlengkapan rumah tangga seperti gelas, piring dll yang anggaran tersebut jutaan sampai ratusan juta jika ditotalkan keseluruhan miliaran rupiah.
Sementara Manager Kampanye Fitra Riau Taufik mengatakan, “hal tersebut sangat terbalik dengan kondisi riau, tak sepatutnya rencana belanja tersbut dianggarkan untuk keperluan anggota dewan. jika diukur dari kemiskinan provinsi riau dan tingkat penganguran berdasarkan catatan fitra bahwa penekanan kemiskinan dibawah rata rata misalnya catatan update fitra 2018 persentase penduduk miskin yang butuh di perhatikan adalah kab kepulaun meranti dengan dengan persentase kemiskinan 27,79%, kab rokan hulu 10,95%, kuasing 9,92% pelalawan 9,73%. jumlah penduduk miskin pelalawan 44,29 jiwa rokan hilir 48,92 jiwa kab meranti 51.17 jiwa, kampar 68,32 jiwa rohul 72.28 jiwa, “katanya.
“Selain itu tingkat penganguran riau di tahun 2019 dengan persentase 5,97 % artinya anggaran yang diboroskan oleh dprd riau seharusnya dapat diperuntukan untuk menekan angka kemiskinan dan penangguran bukan semena mena dalam menggunakan angaran publik," tuturnya.
Menurut Taufik, “jika kita lihat dengan keadaan fasilitas umum seperti sekolah yang tidak layak huni. pemukiman dan kondisi jalan masih belum dikategorikan baik. jika anggaran 15 miliar itu disasar untuk akses kebutuhan dan kesejahteraan rakyat riau mungkin lebih bermanfaat," ungkapnya.
“Selain itu juga anggota DPRD Riau juga dapat fasilitas anggaran untuk kunker keluar negeri sebesar Rp 16 Miliar artinya DPRD Riau untuk anggaran 2020 telah banyak melakukan pemborosan uang publik yang tidak semestinya dianggarkan," tutupnya. (LK/Rasid Ahmad)
Komentar