Puntung Rokok dan Kebakaran 900 Derajat Celsius di Kejagung

Daftar Isi

    Lancang Kuning  - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri rampung mengungkap misteri penyebab kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI pada 22 Agustus 2020. Delapan orang jadi tersangka. Penyebab kebakaran: puntung rokok.

    Kesimpulan akhir dari penyidikan Polri menyebut kebakaran itu disebabkan oleh bara api dari rokok lima orang kuli bangunan yang dipekerjakan oleh salah seorang staf Kejagung di lantai 6 ruang biro kepegawaian.

    Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Ferdry Sambo menuturkan bahwa lima orang kuli bangunan itu diduga membuang bara api ke dalam polybag atau plastik besar berisi tumpukan sampah yang mudah terbakar.

    "Semua benda-benda yang dibuang tukang itu ke dalam polybag plastik hitam, itu ada tiga biji. Dikumpulin semua, bekas-bekas lap tiner, bekas-bekas kayu kan dimasukkan ke situ, termasuk rokok dibuang ke situ," kata Sambo saat dihubungi CNNIndonesia.com usai konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (23/10).

    Ferdy mengatakan bahwa rokok itu kemudian berujung pada kebakaran hebat lantaran letak polybag yang juga berada di dekat cairan-cairan mudah terbakar. Misalnya, Ferdy mengatakan bahwa penyidik menemukan beberapa material seperti tiner, lem aibon, hingga cairan pembersih lantai merk TOP Cleaner yang tidak memiliki izin edar dan mudah terbakar.

    Cairan-cairan itu, dipercaya oleh penyidik menjadi akseleran sehingga api merambat dengan cepat dan menghanguskan seluruh bangunan gedung utama korps Adhyaksa itu.

    Saat api mulai menyala, dia menuturkan bahwa lima orang kuli yang telah menjadi tersangka itu sudah tak berada di lokasi. Kata dia, api yang sudah semakin besar memicu munculnya asap sehingga menarik perhatian pegawai Kejaksaan lain yang berada di lantai bawah.

    "(Ruangan) kosong, ada asap. Tukang-tukang yang masih kerja di bawah ada lihat api dari atas, kasih tahu Kamdal (Keamanan Dalam). Kamdal naik, ada asap. Memang asap dulu kan, kalau dia disulut, langsung api," ujarnya.

    Para kuli disebutkan sempat mencoba untuk memadamkan api namun karena sarana dan prasarana yang tidak memungkinkan, api tak padam. Penuturan Ferdy, terdapat sejumlah saksi yang melihat bahwa kelima tersangka itu merokok di ruangan yang tidak seharusnya. Selain itu, mereka yang ditetapkan sebagai tersangka juga disebutkan telah mengakui perbuatannya.

    Proses percepatan pembakaran itu diklaim oleh penyidik telah didukung oleh keterangan dari sejumlah saksi ahli, salah satunya adalah Ahli Forensik Kebakaran Universitas Indonesia, Yulianto. Selama penyidikan, Yulianto menuturkan bahwa kobaran api semula tak besar. Namun, sejumlah senyawa yang ditemukan di lokasi turut memperkuat percepatan pertumbuhan api.

    Api tersebut tak bisa dipadamkan sehingga semakin menjalar dengan cepat. Perkiraannya, suhu api saat kebakaran terjadi bisa mencapai 900 derajat celsius. Temperatur panas menyebabkan kaca-kaca di sekitar gedung itu pecah. Sehingga, kata dia, lidah api dapat menyapu bersih setiap objek yang ada di sekitar.

    "Ketika kaca pecah, maka api akan menjilat keluar karena api membutuhkan oksigen untuk terus tumbuh. Ketika kaca pecah, maka dia akan mengenai objek yang ada di sekitarnya mengikuti hukum perpindahan kalor, terjadi konduksi, konveksi atau radiasi," kata dia menjelaskan.

    Kelalaian para kuli itu tak luput dari tanggung jawab mandor yang dipekerjakan dalam proyek tersebut. Saat itu mandor tidak berada di lokasi dan mengawasi para kuli bangunan sehingga mereka berani merokok di lokasi proyek.

    Selain itu, dalam penyidikan Polri disebutkan juga bahwa proses pengadaan cairan pembersih lantai merk TOP Cleaner itu bermasalah. Cairan yang tak memiliki izin edar itu telah dipergunakan oleh institusi penegak hukum tersebut selama dua tahun.

    Akhirnya, seorang anggota Tim Pengelola Kegiatan (TPK) berinisial NH di Kejagung ditetapkan sebagai tersangka karena menyetujui pembelian pembersih lantai itu. Kemudian, Direktur Utama PT APM yang memproduksi cairan itu juga menjadi tersangka.

    Keraguan

    Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan bahwa kepolisian tak boleh cepat-cepat mencabut penerapan pasal 187 KUHP yang mengatur tentang barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan, atau banjir.

    Menurutnya, jika benar titik api disebabkan oleh rokok tersebut, maka seharusnya, para tersangka mengetahui larangan merokok di dalam ruangan. Bagi dia, kelalaian itu dapat saja diwarnai dengan tindak kesengajaan.

    "Kesalahan itu bisa aja sedikit lalai atau sedikit sengaja itu, maka pasal 187 itu tetap dibuka," ujarnya.

    Dia menyebut dugaan ada "pembakar bayaran" ini tak lepas dari penyidikan terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM) yang terjerat kasus Djoko Tjandra. Kasus ini disebut melibatkan petinggi penegak hukum.

    Hal ini diperkuat pula dengan hilangnya CCTV di gedung utama Kejagung. Padahal, lanjutnya, CCTV ini bisa mengungkap dengan siapa saja Pinangki bertemu sejauh ini.

    "Itu kan setidaknya kegiatan orang-orang tersebut jadi tidak terpantau, tidak ada barang bukti yang lebih konkret, misalnya karena apa prosesnya ini menjadi hilang semua," tuturnya.

    Selain dari LSM, keraguan juga diutarakan oleh warganet di twitter. Bahkan, sesaat setelah Bareskrim mengumumkan penetapan delapan orang tersangka, tagar rokok dan kejagung sempat menjadi trending topic.

    Selain berupa narasi, respons atas informasi itu juga diungkapkan netizen lewat meme yang menyinggung soal pemakaian rokok dapat membuat Gedung Kejaksaan Agung hangus terbakar.

    Pasalnya, selama proses penyidikan Polri, kasus kebakaran itu telah menuai banyak spekulasi di masyarakat. Hal itu lantaran insiden kebakaran tepat saat Kejaksaan Agung sedang menangani banyak perkara korupsi besar di Indonesia.

    Beberapa di antaranya seperti kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kemudian juga, teranyar adalah kasus korupsi proyek bebas buronan Djoko Tjandra melalui fatwa Mahkamah Agung yang melibatkan seorang oknuk kejaksaan, yakni Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

    Selama penyidikan Polri belum memiliki tersangka, Kejaksaan sudah acap kali menampik spekulasi tersebut. Institusi itu selalu mengklaim bahwa kasus kebakaran tidak mengganggu proses penyidikan kasus-kasus korupsi besar.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Puntung Rokok dan Kebakaran 900 Derajat Celsius di Kejagung
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar