Saham-saham Pilihan yang Diramal Bersinar Pekan Ini

Daftar Isi

    LancangKuningIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,98 persen ke posisi 5.103 pada perdagangan pekan lalu. Tercatat, investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp591,74 miliar.

    Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memprediksikan tren hijau masih akan berlanjut pada perdagangan pekan ini. Pasalnya, pasar minim sentimen negatif dari dalam negeri.

    Sedangkan dari global, ia menyebut investor masih akan mencermati perkembangan paket stimulus fiskal AS dan perkembangan vaksin covid-19.

    Selain itu, menurut Hans, komentar positif dan dukungan Bank Dunia (World Bank) terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan DPR beberapa waktu lalu juga akan menambah gairah pasar pekan ini. Dia menilai dukungan tersebut akan mampu mengimbangi penolakan yang masih disuarakan oleh kalangan buruh.

    "Komentar Bank Dunia tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja sangat positif. Pelaku pasar keuangan sangat positif dengan uu ini," katanya, Senin (19/10).

    Baca Juga : Ketakutan Pasar atas Peningkatan Covid di AS Tekan Minyak


    Lebih lanjut, ia menyebut bahwa perhatian investor juga akan tertuju pada stimulus fiskal di AS. Investor, kata dia, akan memantau ketat nasib paket stimulus senilai US$1,8 triliun yang diusulkan Presiden Trump.

    Bercermin dari perdagangan pekan lalu, Hans menilai sektor pertambangan masih akan menguat. Pada pekan lalu, sektor pertambangan mengalami kenaikan tertinggi yaitu 4,47 persen sepanjang pekan.

    Apalagi, sektor itu juga ditopang oleh kabar rencana investasi perusahaan China dan Korea sebesar US$12 miliar atau setara Rp176,4 triliun (kurs Rp14.700 per dolar AS) dalam proyek holding BUMN tambang yang digagas oleh Mining Industry Indonesia (MIND ID).

    Diketahui, holding BUMN tambang bernama PT Indonesia Battery Holding tengah menjajaki potensi kerja sama dengan China, Korsel, dan Jepang.

    Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak menyatakan investasi pabrik baterai listrik di dalam negeri oleh ketiga negara tersebut mencapai US$20 miliar atawa sekitar Rp294 triliun.

    Proyek mega tersebut, kata Hans, akan berdampak baik untuk saham-saham di sektor terkait, khususnya BUMN yang bergerak di bidang usaha nikel, bahan baku baterai mobil listrik.

    Baca Juga : Gibran Anak Jokowi Ingin Bumikan Pancasila di Kota Solo


     

    Oleh karena itu, dia merekomendasikan salah satu saham nikel BUMN, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

    "Perusahaan-perusahaan nikel sudah pasti dapat sentimen positif, kalau kami lihat saham pemerintah ANTM pasti positif karena dia menghasilkan nikel," jelas dia.

    Mengutip RTI Infokom, ANTM tercatat telah menikmati kenaikan tajam sebesar 22,88 persen dalam sepekan terakhir ke level 940. Pada posisi puncaknya, ANTM sempat bertengger di level 1.180 pekan lalu.

    Ia menyebut ANTM masih cocok untuk diakumulasi di harga penutupan dengan target Rp1.000 per saham.

    Tak hanya ANTM, Hans menyebut saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga berpotensi bersinar. Pasalnya, MIND ID atau Inalum membeli 20 persen kepemilikan saham perusahaan.

    "Perseroan telah menginformasikan bahwa pemegang saham perseroan, Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. telah menjual dan mengalihkan sahamnya kepada pembeli yang dinominasikan oleh pemerintah RI yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero)," seperti dikutip dari keterbukaan informasi BEI yang dipublikasikan pada 9 Oktober 2020 lalu.

    Terpantau, emiten itu memang mengalami kenaikan 7,32 persen pada pekan lalu. Pada Jumat (16/10), saham ditutup di posisi 3.960.

    Baca Juga : Angka Kematian Akibat Corona Tembus 250 Ribu di Eropa


    Karena itu, Hans melihat potensi yang cukup besar pada emiten, ia menargetkan saham di level 5.070 untuk jangka menengah.

    Namun, waspada koreksi jangka pendek akibat ambil untung karena kenaikan kedua emiten sudah terbilang besar juga harus dilakukan.

    Selain itu, Hans juga menyebut bahwa investor dapat memantau sektor properti. Sebab, sektor terkait menerima imbas positif dari UU Omnibus Law.

    Ia bilang bahwa kemudahan dan penyederhanaan perizinan, khususnya soal pembebasan lahan, akan menambah gairah sektor properti. Selain itu, ia menilai saham-saham di sektor tersebut juga belum naik sekencang sektor lainnya.

    "Saham-saham properti masih murah. Nett value (harga berbanding nilai saham) masih murah," imbuh Hans.

    Ia merekomendasikan untuk memantau tiga saham properti yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Ada pun harga target yang ditetapkannya untuk ketiga emiten secara berturut-turut yaitu di posisi 980, 1.030, dan 850.

    Segendang sepenarian, Analis saham dari Ellen May Institute Ellen May menangkap sinyal optimis dari sektor properti. Tak hanya untuk perusahaan pembangunan perumahan, namun ia menilai pertumbuhan juga akan dinikmati oleh saham-saham properti mewah seperti pusat perbelanjaan (mal) akibat pelonggaran PSBB DKI Jakarta sejak pekan lalu.

    Setidaknya, ada 4 saham yang masuk dalam radar Ellen, yakni BSDE, CTRA, SMRA, dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Ia menilai saham-saham tersebut memiliki fundamental yang kuat karena mencatatkan prapenjualan yang gemilang pada 2020.

    Dia membeberkan bahwa BSDE membukukan prapenjualan  sebesar Rp3,9 triliun atau 55 persen dari total target tahun ini hingga kuartal III 2020. Selain itu, BSDE, kata dia, masih memiliki total tanah seluas 4.700 hektare (Ha) yang diprediksi masih mencukupi untuk pengembangan hingga 30 tahun ke depan.

    Hal serupa juga ia sampaikan untuk CTRA.

    "CTRA membukukan presales pada 9M2020 sebesar Rp3,8 trilliun, atau 84 persen dari total target 2020 yang ditopang oleh proyek segmen rumah murah di pinggiran Jakarta," katanya seperti dikutip dari risetnya.

    Untuk PWON, emiten membukukan prapenjualan sejauh ini sebesar 73 persen dari target penjualan tahunan atau setara Rp726 miliar. Sedangkan, SMRA telah mencapai setidaknya 81 persen dari target penjualan 2020 yang setara dengan Rp2 triliun.

    Namun ia tak menetapkan harga beli mau pun harga target. "Dengan demikian, sektor properti sangat diuntungkan adanya pengesahan Omnibus Law karena diproyeksikan iklim investasi di Indonesian akan membaik," tutupnya.

    (agt)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Saham-saham Pilihan yang Diramal Bersinar Pekan Ini
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar