Mengulas Dampak Guyuran Uang Baru Rp75 Ribu

Daftar Isi

    LancangKuning - Bank Indonesia (BI) meluncurkan uang edisi khusus kemerdekaan RI ke-75 dalam pecahan Rp75 ribu. Totalnya, bank sentral menyediakan 75 juta lembar atau setara Rp5,62 triliun.

    Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan peluncuran uang kertas pecahan Rp75 ribu ini menandai pembangunan RI selama 75 tahun sejak kemerdekaan. Sebelumnya, BI juga meluncurkan uang edisi kemerdekaan saat perayaan 25 tahun dan 50 tahun Indonesia.

    "Sebagai wujud syukur dalam perayaan RI, pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan dan BI mengeluarkan uang kemerdekaan 75 tahun kemerdekaan RI," ucap Perry saat seremonial peluncuran awal pekan ini.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan uang baru ini bukan upaya pemerintah maupun bank sentral menambah likuiditas. Tujuannya, kata dia, murni sebagai peringatan HUT RI ke-75.

    "Pengeluaran uang pada 75 tahun RI ini bukanlah pencetakan uang baru yang ditujukan untuk peredaran secara bebas dan tersedia di masyarakat. Bukan juga sebagai biaya tambahan likuiditas untuk kebutuhan pembiayaan dan pelaksanaan ekonomi," jelas Ani, sapaan akrabnya.

    Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi membenarkan pernyataan bendahara negara tersebut. Meskipun dicetak dalam jumlah banyak hingga Rp5,62 triliun, tambahan uang tersebut tidak berdampak signifikan pada likuiditas perekonomian atau uang beredar.

    Pasalnya, jika dibandingkan dengan jumlah uang beredar, persentasenya tidak mencapai 1 persen.

    Baca Juga : Prediksi Lyon vs Bayern Munchen di Semifinal Liga Champions


    "Jadi kalau dari sisi besaran (dibandingkan uang beredar) ini kecil sekali, jadi dampaknya tidak terlalu signifikan," ucap Fithra kepada CNNIndonesia.com.

    Ia menjelaskan uang beredar didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal, yang dipegang masyarakat dan uang giral, yakni giro berdenominasi rupiah.

    Sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi meliputi tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valuta asing (valas), serta giro dalam valas.

    Bank sentral mencatat uang M1 sebesar Rp1.637,8 triliun pada Juni 2020. Sedangkan, jumlah uang M2 mencapai Rp6.393,7 triliun pada periode yang sama. Jika dibandingkan dengan jumlah tersebut, Fithra menegaskan uang baru tersebut tidak berdampak signifikan pada likuiditas uang beredar baik kategori M1 maupun M2.

    "Lalu, dari sisi lembarannya (uang Rp75 ribu) 75 juta, kalau kita lihat jumlah lembaran uang beredar itu mencapai 11 ribu miliar lembar," imbuhnya.

    Oleh sebab itu, ia menilai penerbitan uang baru Rp75 ribu murni untuk peringatan hari kemerdekaan RI ke-75 seperti sebelumnya. Menurutnya, pemerintah dan bank sentral sudah memiliki instrumen khusus untuk menambah likuiditas uang beredar yang justru lebih efektif, misalnya pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI di pasar perdana hingga kebijakan quantitative easing (QE).

    "Kalau terkait likuiditas bauran kebijakan BI dan pemerintah sudah baik. BI sudah serap SUN sehingga pemerintah tidak kesulitan cari pembeli. Meskipun kalau dibandingkan dengan negara lain masih ada ruang, kita masih tertinggal," katanya.

    Baca Juga : Cara Pakai QR Code untuk Bagikan Profil Instagram


    Selain itu, ia menilai tambahan uang baru ini tidak akan mengerek tingkat inflasi. Pasalnya, masyarakat cenderung menyimpang uang tersebut sebagai koleksi ketimbang transaksi. Meskipun, uang pecahan Rp75 ribu itu merupakan alat transaksi sah.

    Fithra menuturkan ketika masyarakat memilih untuk menyimpan uang tersebut, maka tidak terjadi efek ganda (multiplier effect) dari uang tersebut, sehingga tidak berpengaruh pada inflasi.

    "Kalaupun uang ini ada yang diperjualbelikan lagi seperti barang koleksi di toko online, sudah ada yang sampai Rp1 juta, bisa saja menghasilkan transaksi tapi tidak signifikan," katanya.

    Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, uang baru tersebut akan menambah likuiditas uang beredar. Pasalnya, ia menduga uang baru ini tidak menggantikan uang lama seperti skema saat penukaran uang pada periode Lebaran, melainkan guyuran yang baru.

    "Dampaknya signifikan (pada likuiditas) kalau itu terserap oleh pasar berarti ada tambahan uang yang beredar," jelasnya.

    Selanjutnya, ia bilang jika uang beredar bertambah namun bukan berasal dari transaksi akibat kenaikan produksi, dikhawatirkan bisa mengungkit inflasi. Ia menduga dampak uang baru ini mengerek inflasi inti.

    "Tentu akan memengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang, karena bukan mekanisme murni akibat ada tambahan aktivitas ekonomi," ucapnya.

    Baca Juga : Jatuh Bangun Kampung Akuarium: Digusur Ahok, Dibangun Anies


    Namun, Enny mengaku belum memiliki perhitungan besaran dampak uang baru baik kepada likuiditas uang beredar maupun inflasi. Namun, meskipun dampaknya kepada inflasi tidak signifikan, menurutnya pemerintah dan bank sentral perlu berhati-hati dan lebih cermat memperhitungkan dampaknya.

    Pasalnya, di tengah pandemi covid-19, kenaikan inflasi sekecil apapun bisa membebani masyarakat.

    "Tapi di tengah orang daya beli rendah sekali, maka kenaikan satu perak itu berarti sekali. Itu mungkin yang tidak diperhitungkan otoritas moneter kita. Semestinya pada masa pandemi ini lebih sensitif menghitungnya," imbuhnya.

    BI sendiri memilih wajah proklamator kemerdekaan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai gambar dari pecahan uang tersebut dengan latar momen bersejarah pengibaran bendera merah putih pada 1945 silam.

    Selain itu, MRT juga dipilih sebagai ikon pembangunan Indonesia sejak kemerdekaan. Sementara di halaman belakang, dipilih gambar sembilan anak Indonesia yang berpakaian adat mewakili provinsi-provinsi yang ada di Indonesia.

     

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Mengulas Dampak Guyuran Uang Baru Rp75 Ribu
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar