Kasus Novel dan Masa Depan Penegakan Hukum

Daftar Isi

    Opini: Alfikri, Kordinator Kebijakan Publik Kammi Kota Pekanbaru

    Lancang Kuning -- Kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan selaku penyidik senior KPK akhirnya menemukan ujungnya.
    Setelah hampir lebih kurang 3 tahun kasus ini bergulir, para terdakwa yang melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Adapun nama terdakwa penyerang Novel Baswedan adalah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.Tindakan penyiraman air keras diwajah Novel tersebut memberikan dampak terhadap fisik Novel Baswedan, yakni hilangnya daya penglihatan Novel.

    Baca Juga: VIDEO: Pesawat Jatuh di Pemukiman Warga Kubang Raya Pekanbaru,Terdengar Suara Dentuman Keras

    Yang menarik dari kasus ini adalah Jaksa menilai bahwa pelaku tidak sengaja menyiramkan air keras ke bagian wajah korban. Sehingga dakwaan primer dalam perkara ini menjadi tidak terbukti. Apabila dilihat dan dicermati tuntutan  jaksa penuntut umum (JPU) yaitu “Menuntut supaya majelis hakim pengadilan Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan penganiayaan terencana lebih dulu dengan mangakibatkan luka berat. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan hukuman pidana selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.

    Baca Juga: Riau Masih Tertinggi Tingkat Kesembuhan Covid-19 di Indonesia

    Pasal 355 KUHP dalam dakwaan primer menjelaskan bahwa terdakwa harus mempersiapkan terlebih dahulu atau berniat melukai seseorang. Sedangkan dalam fakta persidangan, pelaku tidak ada niat melukai dan yang bersangkutan hanya ingin memberikan pelajara kepada Novel Baswedan. Pelaku dinyatakan bersalah melanggar Pasal 353 ayat (2)KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Adapun hal yang memberatkan tuntutan jaksa yaitu terdakwa dinilai telah melakukan perbuatan yang menciderai institusi Polri. Sedangkan hal yang meringankan tuntutan adalah pelaku belum pernah dihukum sebelumnya dan telah mengabdi di Polri selama 10 tahun.

    Baca Juga: Makanan Khas Pekanbaru

    Sebagian besar para para sarjana hukum dan masyarakat pada umumnya sangat menyesalkan atas tuntutan pidana yang rendah oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini. Jaksa yang seharusnya menjadi representasi negara dalam mewakili kepentingan korban dan memberikan perlindungan kepada korban kejahatan justru malah bertindak sebaliknya seolah sebagai pembela atau pun meringankn tindakan dari terdakwa tersebut. Tentu saja Tuntutan rendah dalam kasus ini  sangat melukai dan menciderai rasa keadilan bukan hanya bagi Novel dan keluarganya tetapi juga bagi masyarakat secara luas. Para sarjana hukum dan pengamat hukum gerah dengan tuntutan jaksa tersebut.

    Baca Juga: Tempat Wisata di Riau

    Fakta yang terjadi atas putusan terhadap pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan tersebut berpotensi menciptakan preseden yang kontradiktif terhadap perlindungan aparat penegak hukum khususnya aparat yang berjuang dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini yang seakan-akan tidak adanya jaminan perlindungan. Harapan keadilan di pengadilan antara ada dan tiada.

    Jika ditelusuri beberapa contoh kasus serupa yang pernah terjadi, para pelaku tindak pidana kasus yang sama yakni penyiraman air keras justru pernah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum melalui surat dakwaannya dengan tuntutan hukuman pidana hingga 15 Tahun Penjara. Tindak pidana tersebut dilakukan oleh masyarakat umum, sementara tindakan yang sama dan dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum justru mendapat hukum yang lebih ringan. Jangan jangan, jaksa penuntut umum juga tak sengaja mununtut pidana penjara 1 tahun terhadap perkara ini. Hakim pun demikian juga tak sengaja memutus pidana penjara 1 tahun terhadap para terdakwa.

    Saya tidak bermaksud menyalahkan hakim atas putusan yang dikeluarkan. Dalam kasus ini, Hati Nurani Hakim tidak akan bisa dibohongi dalam memutuskan perkara. Hakim tentu berpedoman pada fakta-fakta persidangan.Hal tersebut tentu harus didukung alat bukti yg sangat menyakinkan (Beyond a Reasonable Doubt). Akan tetapi hakim seharusnya juga bisa menerapkan ultra petita dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini. Ultra Petita adalah putusan hakim yang dijatuhkan melebihi tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

    Hakim bukan hanya sekedar corong undang-undang  (la bouche de la loi) yakni apa yang tertulis dalam undang-undang itulah putusan hakim. Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Kekuasaan kehakiman. Masa depan hukum dan penegakan hukum salah satunya ditentukan oleh hukum dan aparat penegak hukum. Mengutip pesan Bernardus Maria Taverne bahwa “Berikan aku hakim, jaksa, polisi, dan advokat yang baik, niscaya aku akan berantas kejahatan meski tanpa undang-undang sekalipun." Hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam proses penegakan hukum, bukan undang-undang yang menentukan, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh manusianya.

    Pada akhirnya saya berharap, semoga ada upaya hukum lebih lanjut supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama.
    Kita masih berharap bahwa masa depan hukum dan penegakan hukum di Indonesia bisa lebih baik dan segera berbenah. Semoga tidak ada lagi korban “Novel” lainnya yang tidak mendapatkan jaminan perlindungan ketika melaksanakan tugasnya dalam upaya pemberantasan korupsi. (LK)

    Catatan: Isi artikel/Opini merupakan tanggung jawab penulis

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Kasus Novel dan Masa Depan Penegakan Hukum
    Sangat Suka

    100%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar