Etika Bisnis Dalam Akuntansi: Kasus Kecurangan Dalam Penyajian Laporan Keuangan

Daftar Isi

    LANCANGKUNING.COM  - Laporan keuangan merupakan rangkaian output dari kegiatan akuntansi, yang menginformasikan kinerja keuangan perusahaan pada periode tertentu. Laporan keuangan harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berterima umum. Hal ini dilakukan untuk membuat laporan keuangan dapat dipahami dan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan perusahaan lainnya. Laporan keuangan akan terlihat baik jika laporan keuangan tersebut mengandung unsur relevan, andal dan mudah untuk dipahami. Untuk itu, laporan keuangan yang disusun harus bebas dari kecurangan (fraud). Untuk menghindari terjadinya praktik kecurangan pelaporan keuangan, maka perlu dilakukan audit atas laporan keuangan yang telah disusun. 

    Menurut Ikatan Akuntan Indonesia  dalam PSAK faktor yang membedakan kecurangan (fraud) dan kekeliruan adalah tindakan yang mendasarinya, apakah disengaja atau tidak disengaja, yang mengakibatkan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan. Laporan keuangan perlu diaudit untuk memastikan apakah laporan keuangan tersebut disusun secara benar berdasarkan standar yang berterima umum dan memastikan laporan keuangan tersebut bebas dari bias dan fraud. 

    Disisi lain, tak jarang auditor juga gagal dalam mendeteksi kesalahan atau ketidakwajaran dalam akuntansi tersebut, sehingga fraud sering terjadi dalam penyusunan laporan keuangan. Meskipun akuntansi dan laporan keuangan, semakin berkembang dan kompleks, tetapi masih banyak ruang yang memberi kesempatan kepada pihak–pihak tertentu melakukan fraud dalam penyusunan laporan keuangan. Terdapat berbagai macam bentuk fraud dalam akuntansi, hal ini disebabkan banyak cara dalam memanipulasi akuntansi yang bertujuan melakukan fraud dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan. 

    Praktik fraud dalam laporan keuangan yang sudah sangat terkenal di dunia adalah skandal perusahaan Enron yang melibatkan kantor akuntan publik ternama yaitu KAP Arthur Andersen. Pada tahun 2002, perusahaan Enron memanipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan perusahaan sebesar USD 600,000,000 pada hal perusahaan sedang mengalami kerugian, hal ini dilakukan manajemen agar perusahaan tidak kehilangan investor. Kasus ini diperparah dengan tidak independennya auditor yaitu KAP Arthur Andersen terhadap Enron. Peristiwa ini membuat KAP Arthur Andersen dikeluarkan dari kategori KAP big five dan perusahaan Enron mengalami kolaps. 

    Kondisi di Indonesia sendiri berdasarkan survey Association of Certified Fraud Examiner menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia hingga saat ini masih rentan mengalami kasus fraud. Contoh skandal fraud di Indonesia baru-baru ini adalah pada perusahaan penerbangan PT. Garuda Indonesia Airways Tbk  yang menyeret KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional) terkait laporan keuangan tahun 2018 milik Garuda dimana laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pada laporan keuangan tahun  2018 tersebut seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi senilai US$244,95 juta di 2018. Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba senilai US$ 5,01 juta karena piutang usaha dari mitra kerja dicatat sebagai pendapatan. (Sumber: www.wartaekonomi.co.id).

    Kasus fraud lainnya adalah PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yang berkaitan dengan dugaan manipulasi laporan keuangan terkait penyajian, overstatement akun dan pemanfaatan aset perusahaan. Kasus ini muncul setelah keluarnya laporan hasil Investigasi Berbasis Fakta dari PT Ernest & Young Indonesia (EY). Dalam laporan disebutkan adanya pengelembungan dana senilai Rp 4 triliun. Selain itu, dugaan aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun dengan berbagai skema dari Grup PT. Tiga Pilar Sejahtera Food  (AISA) kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan manajemen lama (www.cnbc_finance.co.id)  

    Kasus kecurangan di Indonesia khususnya pada industri dasar dan kimia Indonesia ialah terkait PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas (SAIP). Faktor pendorong kecurangan pada kasus ini ialah adanya penyalahgunaan kewenangan sehingga dua kurator pada PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas pada 2014 ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemalsuan dokumen piutang (Sumber: www.cnbc_finance.co.id). Perusahaan membuat keterangan palsu mengenai tidak diakuinya tagihan tujuh kreditur SAIP, selain itu juga diduga perusahaan telah menerima seluruh tagihan PT BRI sebesar US$20 juta padahal, total tagihan PT BRI pada laporan keuangan SAIP hanya sekitar US$1 juta” (Bramantoro, 2014).

    Praktek-praktek kecurangan pelaporan keuangan dalam sebuah perusahaan, tidak bisa dianggap remeh. Dari tahun ke tahun selalu ditemukan kasus terjadinya fraud, peran profesi auditor sangat dibutuhkan untuk melakukan deteksi sedini kemungkinan adanya fraud, sehingga dapat melakukan pencegahan terjadinya fraud dan kemungkinan skandal yang berkepanjangan. 

    Jika dilihat dari sudut pandang etika, kasus kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat menyebabkan keraguan banyak pihak pada berbagai aspek kunci dari etika profesi akuntan.  Salah satu aspek kunci tersebut adalah bersangkutan dengan independensi, sehingga dalam hal ini pemerintah harus turun tangan untuk memperketat pengaturan praktik akuntan publik. Perlunya dilakukan investigasi terhadap laporan  keuangan yang dibuat oleh KAP oleh penegak hukum.  Selain itu kemungkinan terjadinya class action  dengan menuntut hukuman badan dan  ganti rugi lebih besar daripada putusan hakim atas KAP yang melanggar juga akan semakin besar, terutama bila keputusan hakim lebih ringan dari  audit fee yang diterima KAP. Dampak ketiga adalah adanya keharusan pemisahan jasa konsultasi dan jasa audit serta kemungkinan munculnya  banyak asosiasi investor dan federasi asosiasi investor dunia untuk melindungi kepentingan pemegang saham publik.  Kondisi ini akan semakin memperberat tekanan terhadap profesi akuntan.

    Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk memelihara standar etis di kalangan profesi akuntan agar fungsi audit yang berkualitas tinggi dapat terwujud.  Standar etis  yang tinggi dan integritas akuntan dapat terjaga jika ada situasi kolektif yang melingkupi.  Lingkup pekerjaan akuntan berkaitan dengan aktifitas profesi yang terorganisir dengan demikian kolektifitas  situasi akan terjadi dan bersifat organisasional.  Organisasi tempat individu beraktifitas atau bekerja akan berpengaruh terhdap perilaku etis individu tersebut.  Kuat lemahnya pengaruh tersebut tergantung pada budaya  organisasi yang memegang peranan penting dalam menentukan ekspresi nilai personal individu  dalam organisasi tersebut (Sumber : Finegan, 1994).  

    Dalam praktik akuntan publik, kolektif tindakan dan perilaku etis akuntan  yang bekerja di kantor akuntan publik akan menggambarkan tindakan  dan perilaku etis kantor akuntan publik (KAP) yang menaugi auditor tersebut.  Sebagai organisasi profesional, KAP keberadaanya akan tergantung pada kepercayaan masyarakat. Untuk itu akuntan dan staf profesional di kantor akuntan publik harus mengedepankan etika,  etika profesi harus menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Etika profesi bertujuan untuk memenuhi karakteristik profesionalisme akuntan sebagai sebuah profesi.  Akan tetapi dalam praktekna setiap individu  akuntan dan KAP mempunyai cara kerja tertentu  dalam mempraktikkan etika  profesi tersebut.  Hasil refleksi atas moralitas maka etika dapat berkembang  sesuai  dengan struktur sosial yang melingkupi auditor dan  KAP. Sehingga praktik etika memiliki konteks yang luas, meliputi individu, organisasi maupun lingkungan sosial.   

    Akuntan adalah profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat, dan kinerjanya diukur berdasarkan standar profesionalisme. Untuk itu profesi akuntan harus memiliki ketrampilan,  pengetahuan dan karakter.  Penguasaan keterampilan dan pengetahuan saja tidak cukup bagi akuntan untuk menjadi seorang profesional, perlu penguatan  karakter diri dengan menegakkan etika profesi.   Kualitas jasa akuntansi merupakan fungsi dari kompetensi teknis dan pertimbangan di mana pertimbangan ini tergantung pada integritas akuntan yang membuat keputusan.   

    Saat melakukan audit keuangan, seorang akuntan tidak saja dituntut untuk memiliki kompetensi teknis tetapi harus bebas dari konflik kepentingan (independen).  Adanya kompetensi dan independensi pada diri akuntan akan dapat membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat menyangkut obyektifitas audit yang dilakukan. (Rls/LK)

    Penulis: Hanika

    Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Riau

    Dosen pembimbing : Agustiawan,SE. M.Sc.,Ak 

    (Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Riau)

     

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Etika Bisnis Dalam Akuntansi: Kasus Kecurangan Dalam Penyajian Laporan Keuangan
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar