Daftar Isi
Foto: Ilustrasi panggung hiburan musik. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
Lancang Kuning, JAKARTA -- Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sensitif terhadap kondisi pandemi Covid-19 setelah menelurkan aturan konser musik Pilkada 2020.
"Tentu saja keputusan ini membingungkan dan tampak tidak sensitif pada situasi yang tengah terjadi: Merebaknya pandemi Covid-19 yang hingga sampai saat ini belum jua menurun kurva korbannya," kata Ray dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Kamis (17/9).
Ray mengatakan seharusnya KPU belajar dari kasus masa pendaftaran Pilkada Serentak, 4-6 September 2020. Saat itu 316 bapaslon dinyatakan melanggar protokol Covid-19 dengan mengerahkan massa saat mendaftarkan diri ke KPU setempat.
Padahal, sambung Ray, sebenarnya sudah ada banyak aturan yang melarang kerumunan. Namun, tetap saja sebagian besar kandidat melakukan arak-arakan bersama para pendukungnya menuju kantor-kantor KPU setempat.
"Dengan begitu, maka sudah sepatutnya seluruh kegiatan politik yang melibatkan massa harus dihindari," ujar Ray.
Dia juga menyinggung aturan yang berpotensi menimbulkan multitafsir. Salah satunya pembatasan maksimal hadirin seratus orang di arena kampanye. Namun, KPU tak mengantisipasi kemungkinan kerumunan di luar arena kampanye.
Oleh karena itu, Ray mendesak KPU mencabut aturan metode kampanye yang berpotensi mengundang kerumunan. Ia mengusulkan KPU merevisi aturan secepatnya.
Kemendagri Mengaku Sempat Ingatkan KPU soal Izin Konser
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengaku pihaknya sempat mengingatkan KPU tentang aturan konser musik pilkada.
Saat merumuskan, PKPU Nomor 10 Tahun 2020 Ayat (1) Poin B tentang perizinan konser musik, Benni menyebut pihaknya sudah menggarisbawahi dan mengingatkan penyelenggara pemilu tentang potensi kerumunan massa yang bakal tercipta di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
"Pasal 63 B itu ya, kita pernah memberikan catatan tentang itu. Namun kita juga perlu memahami sebelum PKPU itu diterbitkan tentu kita merujuk peraturan yang ada diatasnya, yang saya maksud UU Nomor 6 tahun 2020," kata Benni saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (17/9).
Namun demikian, PKPU ini menurutnya telah disusun sedemikian rupa dengan memerhatikan aturan sebelumnya yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2020.
Benny mengatakan PKPU kali ini telah berusaha meminimalisasi ketentuan dalam UU sebelumnya, seperti kerumunan yang awalnya 2000 orang, kini di tengah pandemi disederhanakan dengan maksimal 100 orang.
Meskipun demikian, Benny mengatakan tak menutup kemungkinan bakal ada aturan turunan baru ataupun peraturan pengganti dalam merespons kegiatan-kegiatan yang diizinkan dalam tahapan penyelenggaran Pilkada ini.
"Saya yakin dan percaya dalam waktu dekat ini pasti akan ada penyesuaian ya. Teman-teman KPU lagi mendalami itu sekarang bersama, kita juga memberikan masukan," kata dia, dilansir dari CNN Indonesia.com
Sebelumnya, KPU menerbitkan PKPU Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tahapan kampanye selama pandemi Covid-19. Salah satu yang menjadi sorotan adalah tujuh jenis kampanye di pasal 63 ayat (1).
KPU memperbolehkan kampanye rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun Partai Politik; dan/atau melalui Media Daring, dengan jumlah peserta acara tidak boleh lebih dari 100 orang.
Merespons polemik ini, Benni pun mengaku bahwa Kemendagri tengah meminta KPU untuk menghapus atau mencabut perizinan konser musik dalam perhelatan Pilkada serentak mendatang.
Tak hanya aturan konser musik pilkada, pihaknya juga menyoroti perizinan KPU terhadap aktivitas yang menimbulkan kerumunan seperti bazar dan jalan santai dalam tahapan penyelenggaraan pemilu serentak nanti. (LK)
Komentar