Daftar Isi
Foto: Romo Benny Susatyo.
Lancang Kuning, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo menyoroti penyalahgunaan agama sebagai alat kepentingan politik. Menurut Benny, saat ini isu agama menjadi aspirasi untuk merebut kekuasaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
"Problemnya adalah kita muncul saat ini menghadapi situasi, di mana agama itu menjadi aspirasi kepentingan untuk merebut kekuasaan dengan menggunakan cara-cara yang tidak sehat," kata Benny dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (10/9).
Benny mengatakan, penggunaan isu agama untuk kepentingan kekuasaan sebetulnya bukan barang baru. Menurut dia, sejak berabad-abad lalu, isu agama memang kerap menjadi alat politik semata untuk merebut kekuasaan.
Sementara itu, di zaman modern ini, beberapa pihak tidak memahami agama secara kritis dan penafisrannya tidak menyeluruh secara kontekstual. Hal ini lah yang membuat agama mudah digunakan untuk kepentingan politik kekuasaan.
"Ketika agama tidak dipahami secara kritis dan dalam menafsir tidak dilihat dalam konteksnya, sosial, politik, ekonomi, budaya pada waktu itu, maka manipulasi agama untuk kepentingan politik kekuasaan ini sangat kuat," ujar dia.
"Kerap kali, kepentingan kekuasaan politik pembenaran agama itu hanya dijadikan kepentingan sesaat," kata Benny menambahkan, dilansir dari CNN Indonesia.
Menurut Benny, politisasi agama saat ini harus lebih diwaspadai. Terlebih, menurutnya, situasi sekarang ruang-ruang publik dibajak oleh pihak-pihak yang melegalkan kekuasaan dengan segala cara, termasuk dengan menggunakan isu agama.
"Karena ruang-ruang publik dibajak oleh mereka yang melegalkan kekuasaan dengan segala cara, dengan membenturkan dan mengaduk emosi, sehingga publik itu tidak mendapatkan pemahaman yang utuh," paparnya.
Bambang Jonan dari Gereja Bethel Indonesia dalam diskusi yang sama mengatakan, saat ini yang menjadi permasalahan di Indonesia adalah menyandingkan agama dengan ideologi Pancasila sebagai dasar negara.
"Untuk Pancasila sebagai ideologi bangsa, dengan kemudian agama yang memiliki pelayanan misi, ini agak sulit untuk bisa kemudian duduk bersama-sama," kata Bambang.
"Sehingga pemikirannya, yang dipikirkan teman-teman itu bagaimana memisahkan state dan religion, memisahkan negara dan kemudian agama," lanjutnya. (LK)
Komentar