Daftar Isi
Lancang Kuning - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mendesak Polda Metro Jaya segera menetapkan tersangka atas dugaan pelanggaran hak buruh di PT Pahala Express.
Sebelumnya, para buruh melaporkan perusahaan logistik nasional itu ke pihak kepolisian karena diduga tidak membayar upah sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) setempat.
Ketua Departemen Hukum dan Advokasi KPBI Nelson Saragih menyebut penetapan tersangka ini perlu dilakukan segera sebagai tindak lanjut dari laporan yang sudah diberikan para buruh ke pihak kepolisian.
Selain itu, agar oknum pelanggar hak buruh di Pahala Express mendapat efek jera dan memberi keadilan pada hak buruh.
"Tersangkanya ditemukan demi tegaknya kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja Pahala Express," ujar Nelson dalam keterangan resmi, Rabu (9/9).
Dalam laporan yang disampaikan KPBI ke Polda Metro Jaya pada 13 Mei lalu, Pahala Express diduga telah melanggar hak-hak buruh. Salah satunya tidak membayar upah sesuai UMK.
"Sebagian besar buruh yang bekerja di jasa logistik itu hanya mendapatkan upah di kisaran Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per bulan," ungkap KPBI.
Bahkan, ketika ditambah dengan tunjangan produktivitas, seperti uang makan dan lainnya pun, upah para buruh tidak mencapai UMK Kota Bekasi sebesar Rp4,5 juta.
Padahal, menurut Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa perusahaan harus membayar sesuai UMK.
Bila tidak, maka ada ancaman pidana selama empat tahun yang harus ditanggung. "Kami sangat berharap kiranya melalui percepatan proses penyelidikan dan penyidikan dapat terungkap dengan terang dugaan tindak pidana ketenagakerjaan," kata KPBI.
Kondisi para buruh pun semakin tertekan sejak pandemi virus corona atau covid-19 mewabah di Indonesia. Khususnya ketika momen pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), di mana pembayaran cuma cair sekitar 25 persen dari seharusnya.
"Perusahaan bilangnya merugi, tapi tidak pernah menunjukkan audit laporan keuangan," kata Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih.
Selain itu, perusahaan juga tidak mengikutsertakan buruh sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. "Mereka menerapkan sistem hubungan kerja yang tidak jelas, seperti kontrak dan mitra. Apalagi, hak-hak maternitas buruh perempuan juga tidak dipenuhi," terangnya.
Komentar