Kisah Panglima Perang Jenderal Besar TNI Turun Pangkat Jadi Kolonel

Daftar Isi

    Foto: Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution

    Lancang Kuning, JAKARTA – Setelah kehidupan menjadi seorang guru tidak cocok dengan Abdul Haris Nasution, saat itu pula ia banting setir dan menjadi seorang tentara. Prestasinya di militer terbilang cemerlang.

    Melalui catatan sejarah yang dihimpun VIVA Militer dari Museum TNI Jumat 21 Agustus 2020, sejak tahun 1945 sampai tahun 1948 ia menyandang pangkat kolonel. Bahkan Nasution juga menjabat sebagai Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat.

    Sebagai Kepala Staf Komandemen, pria kelahiran 1918 itu ditugasi untuk menyusun organisasi dan administrasi. Kariernya di militer begitu mulus sampai pada tahun 1948, ia diangkat sebagai Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).


    Setelah diangkat sebagai APRI, pangkatnya pun dinaikkan menjadi jenderal mayor. Tidak hanya itu, ia juga menjabat sebagai Panglima Divisi III/TKR Priangan, yang kemudian menjadi Divisi I/Siliwangi.

    Karena adanya Reorganisasi dan Rasionalisasi (Rera) pada tahun 1948, pangkat Nasution diturunkan setingkat lebih rendah. Ia kembali berpangkat kolonel dan mengemban jabatan Kepala Staf Operasi Markas Besar Tentara (MBT).

    Pada tahun 1949, Indonesia masih dihadapkan dengan perang. Namun semua itu berakhir tepat pada tanggal 10 Desember 1949. Di hari itu pula, Abdul Haris Nasution diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). 

    Pengangkatannya sesuai dengan surat Penetapan Kementerian Pertahanan No. 126/MP/1949 tanggal 10 Desember 1949 dengan pangkat kolonel. Lalu ada peristiwa di mana ia dibebaskan dari jabatan tertinggi dalam satuan TNI AD.

    Pada tanggal 17 Oktober 1952, terjadi peristiwa demonstrasi masa yang menuntut pembubaran parlemen (DPR). Kejadian ini memuncak karena adanya perbedaan pendapat antara AD dengan DPR. 

    Selama masa nonaktif, dilansir dari Viva.co.id, pria kelahiran Tapanuli Selatan ini aktif menulis buku dan mendirikan partai politik. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) berisikan anggota yang sebagian adalah perwira yang dinonaktifkan pada peristiwa 17 Oktober 1952.

    Hanya berselang tiga tahun setelah ia diturunkan dari jabatannya, Nasution kembali menjadi KSAD pada 7 November 1955. Pangkatnya yang juga diturunkan, dinaikkan kembali menjadi Mayor Jenderal.

    Saat menjabat sebagai KSAD, pada bulan Juli 1957, negara diumumkan dalam keadaan bahaya melalui Undang-undang Keadaan Bahaya (UUKB). Sehingga Nasution diangkat sebagai Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf Angkatan Perang (GKS).

    Tidak hanya menjabat sebagai KSAD dan GKS saja, ia juga menjabat Penguasa Perang Pusat (Peperpu). Peperpu sendiri membawahi Penguasa Perang Daerah (Peperda). Selain itu Nasution juga diangkat sebagai anggota ex-officio Dewan Nasional dan anggota Panitia Tujuh dalam rangka penyelesaian kemelut di daerah.

    Setelah TNI AD mengalami reorganisasi pada tahun 1958, pemilik nama lengkap Abdul Haris Nasution diangkat menjadi Menteri Keamanan Nasional dengan pangkat letnan jenderal. Jabatan ini diembannya hingga Indonesia kembali ke UUD 1945 dan lahirnya Demokrasi Terpimpin.

    Hanya empat tahun berselang setelah Demokrasi Terpimpin lahir pada 1962, putera kedua dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan ibu Zahara Lubis lagi-lagi diangkat sebagai menteri.

    Kala itu Nasution diangkat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan dengan pangkat jenderal penuh. Itu berarti Nasution memiliki empat bintang di pundaknya. Lalu pada awal Orde Baru, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). 

    Dan akhirnya Pak Nas menjadi salah satu dari tiga tokoh militer Indonesia yang menyandang 5 bintang emas di pundaknya sebagai Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia. (LK)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Kisah Panglima Perang Jenderal Besar TNI Turun Pangkat Jadi Kolonel
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar