Kemunafikan politik

Daftar Isi

    LANCANG KUNING - Abad ke 21 ditandai dengan kesenangan berlebihan (euforia) terhadap perilaku politik “demokrasi”. Menurut gejalanya, euforia politik ini hanya sekedar permainan para performan. Dengan berdalih demokrasi, di negara timur heboh dengan pemberontak ISIS, disenayan sering terjadi “money politics” dalam berdemokrasi, dengan dalih hukum, asas praduga tak bersalah, lembaga penegah hukum tidak berdaya memberantas korupsi, karena cicak dan buaya saling iri.
    Ada apa dibalik fonemena itu? Jawabanya sederhana yaitu “ada uang”. Abad ini tampaknya memang mempunyai keunikan tersendiri, yaitu uang. Barang kali ini adalah bawaan kondisi abad ekonomi kapitalistik. Kepentingan ekonomi kapitalis sebenarnya sudah berkembang ketika kesuasaan politik kolonial, bangsa-bangsa terjajah berhasil memperjuangkan kemerdekaan dengan landasan filosofis kesamaan “hak” setiap bangsa atas kemerdekaan, demokrasi kemanusian, demokrasi keadilan, dan sebagainya. Setiap perjuangan kemerdeakaan suatu bangsa selalu berwarna perlawanan sistem ekonomi kapitalis, yang jelas-jelas membuat bangsa tidak mampu berdiri sendiri. Tapi ironisnya, setelah mardeka bangsa-bangsa itu justru tidak mampu menegakan kemerdekaan ekonomi nasionalnya sendiri.
    Pada realitanya bangsa-bangsa tersebut justru terjebak dan terjerumus kedalam perangkap ekonomi kapitalis. Negara-negara kolonial, dengan dalih demokrasi ekonomi, mendirikan lembaga-lembaga bantuan keuangan internasional (IMF, World Bank, Prisc Club, dan sebagainya) khususnya bagi negara-negara berkembang tetapi eksistensinya lembaga-lembaga bantuan keuangan internasional tersebut dikendalikan oleh negara-negara kolonial, jadi tidak otonom. Akhirnya, negara-negara berkebang jutru makin terlilit utang dalam jangka waktu yang tidak menentu.
    Pada umunya, politik nasional negara berkembang tidak mampu melepaskan diri dari kolonialisme baru berupa sistem okonomi kapitalistik. Jarang negara berkembang yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai otonomi dan kemerdekaanya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Diduga banyak faktor salah satu penyebab terletak pada kesalahan sistem perekonomian nasional. Karena kebanyakan negara berkemabang cenderung mengikuti model sistem perekonomian negara-negra industri (maju). Pdahal secara filosofis perilaku mengikuti berarti selalu berada dibelakang dan tertinggal, bahkan terdikte. Kita ketahui bersama ekonomi merupakan kebudayaan manusia, jika suatu negara mengembangkan sistem perekonomian nasionalnya tidak berdasrkan pada nilai-nilai kultur nasioanalnya, maka akan cenderung gagal.
    Ada asumsi yang kuat dan cukup realita bahwa keberasilan perekonomian nasional kuncinya ada ditangan para penyelenggara negara yaitu sejauh mana kualitas moral mereka mereka dapat dipercaya. Menurut dasar moralitas apa mereka memerankan diri? Tampak jelas dari fakta konkret bahwa moralitas mereka terbentuk dari suatu filosofis hidup yang cendrung negatif. Dimana prinsip moral mereka memperoleh kekuasaan unutk mendapat kekayaan materi sebanyak-banyaknya dari kekayaan negara, bukan sebaliknya, memberikan kekuasaan dan kesejahteraan sebanyak-banyaknya kepada negara. Jadi mereka pada umunya terdorong unutk menjadi pengusa, politisi, senator, penegak hukum, dan sebagainya, menurut orientasi keleluasaan unutk mendapatkan kenikmatan ekonomi material dari negara.
    Tendensi politik dewasa ini telah meninggalkan nilai substansial politik yang mengerikan yaitu kecerdasan dalam mengambil kebijakan, dan kini telah bergeser menjadi kelicikan padahal politik digambarkan sebagai cerminan dari moralits.
    Nilai karifan sebagai landasan moralitas terhadap lingkungan kehidupan telah diabaikan dan diubah menjadi moralitas negatif, yaitu kelicikan terhadap lingkungan sosial dan budayanya. Dengan sikap politik tertentu kelicikan para politisi dengan jajaranya berdemokrasi berkompromi dagang sapi untuk menentukan kebijakan dasar yang merupakan tolak ukur keberhasilan ekononomi, namun membuka kesempatan besar bagi mereka meraka untuk mendapatkan keuntungan besar dari negara. Bagi mereka kekuasaan difungsikan sebagai alat  dan lahan subur untuk eksploitasi habis-habisan demi kenikmatan hidup mereka. Atas pengaruh ekonomi kapitalistik lahan subur itu digadaikan ke IMF dan sebagainya. Dibukanya investasi besar-besaran  dilahan subur itu yang bukan dikelolah oleh negera, tetapi oleh oknum para penguasa menurut sistem konglomerasi semu.
    Kemunafikan dunia politik Indonesia tumbuh dan berkembang semenjak orde baru memasuki era reformasi 1998, abad ke 21 mengakibatkan kebangkrutan perekonomian nasional dan diperparah lagi dengan kebangkrutan moral sementara golongan reformasi itu sendiri. Kebejatan moral reformasi secara tidak sengaja maupun sengaja telah menumbuhkan sikap saling tidak percaya secara nasional, sehingga berakibat munculnya budaya demonstrasi yang kadang-kadang tidak masuk akal. Jika hal ini tidak disikapi secara tepat dan bijaksana menurut komenmen nasional UUD 1945, maka secara de fakto, maka Indonesia tercinta belum mampu memerdekakan dirinya.
    Kabangkrutan politik Indonesia hari ini harus segera diatasi dengan menempatkan dan memfungsikan politik sebagai domain terhdap ekonomi. Untuk itu dunia perpolitikan Indonesia mutlak dikembalikan ke asas filsafat dengan nilai moralitasnya. Nilai substansial politik adalah kebijaksanaan etis bagi kehidupan bernegara dibumu pertiwi ini. Bukan kekuasan politik yang licik bagi para penyelanggara negaranya. Sistem politik Indonesia bukanlah dijiwai oleh moral paremanisme dan golongan tertentu saja. Tetapi dunia perpolitikan Indonesia secara konstitusional sangat jelas dijiwai oleh keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang termuat dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Bukan karena keadilan sosial bagi seluruh pejabat penyelenggara negara. Rekonsiliasi nasional tidak perlu berkiblat kemana-mana, cukup berkipblat pada Pancasila dan UUD 1945. Sikap percaya bangsa ini hanya bisa dibangun kembali melalui Pancasila dan UUD 1945
    Oleh karena itu politik tidak cukup dipelajari secara ilmiah, tetapi perlu dipelajarai dan diterapkan secara saksama nilai-nilai filosofisnya untuk kemudian dididikan dan dan dibudayakan didalam kehidupan sehari-hari oleh dan kepada siapa sajapun, dimana dan kapanpun dibumi pertiwi tercinta ini.
    Penulis:
    Afrizal Yurnalsi
    Dirjen pendidikan BEM UR
    Mahasiswa Universitas Riau

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Kemunafikan politik
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    100%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar