Daftar Isi
Foto: Gedung KPK.
Lancang Kuning, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, mempertanyakan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terkait masyarakat penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.
Baca Juga: Dua Warga Rohul Positif Covid-19
Ghufron mengatakan bahwa data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BLT Dana Desa di bawah Kemendes seperti bukan ditujukan oleh masyarakat yang terdampak Covid-19. Data KPM itu justru tak berbeda dengan BLT yang diberikan ke keluarga tak mampu pada umumnya.
Baca Juga: Alfedri Titip Program Pemkab Siak ke Anggota DPRD Riau Zulfi Mursal
"Apa iya petani dan buruh tani itu terhenti kegiatan usahanya karena Covid-19? Jadi seakan-akan, ini hanya mengalihkan, tapi subjek sasarannya masih tetap Kemendes, bukan Covid-19," kata Ghufron, Kamis (9/7).
Baca Juga: Tempat Wisata di Riau
Pertanyaan itu Ghufron sampaikan di hadapan Menteri Kemendes PDTT, Abdul Halim Iskandar dan wakilnya, Budi Arie Setiadi, beserta sejumlah petinggi lainnya, saat kunjungan monitoring KPK di gedung Kemendes PDTT. Dalam pertemuan tersebut turut hadir Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, dan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.
Ghufron mengatakan bahwa data KPM BLT Dana Desa khusus Covid-19, seperti tak berbeda dengan KPM BLT bukan Covid-19. Misalnya, seperti ditampilkan dalam pertemuan, keluarga penerima BLT itu Covid-19 itu seperti nelayan dan buruh nelayan, buruh dan buruh pabrik.
Padahal, kata Ghufron, realokasi anggaran BLT Dana Desa itu tersalurkan kepada sejumlah sektor usaha, seperti pabrik maupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Itu yang maksud saya kemudian perlu di pertanyakan ulang, apakah ini benar untuk Covid-19 apakah hanya namanya, realokasi dari dana desa ke Covid-19, tapi sasarannya tidak begitu berubah," ujar Ghufron.
Lebih lanjut, Ghufron juga menyoroti soal data berbasis Kartu Keluarga (KK) terkait keluarga penerima bantuan BLT Dana Desa. Ghufron menyebut bahwa data berbasis KK belum akurat.
Pernyataan itu, merujuk pada sejumlah kasus, terutama di perkotaan. Misalnya, di perkotaan tak sedikit warga yang KK-nya dimasukkan dalam KK atas maupun bos. Sehingga, menurut dia, meski sebenarnya warga tersebut mampu, tetapi karena masuk dalam catatan KK atasannya dalam pekerjaan, maka ia terhitung keluarga mampu.
"KK-nya juragan, karena numpang dia, seandainya dia tidak mampu kadang tertutupi. Ini hanya perlu perbaikan ke depan," kata Ghufron, dilansir dari CNN Indonesia.
Sementara itu, Kemendes PDTT hingga kini mengkaliam telah menyalurkan Rp 8,3 triliun anggaran BLT Dana Desa yang direalokasikan guna menangani dampak COVID-19 di tingkat desa.
"Jadi dana desa yang sudah tersalur ke masyarakat untuk BLT Dana Desa sebesar Rp8,3 triliun," kata Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers melalui webinar, di Jakarta, kemarin.
Jangan ragu
Di sisi lain, Nawawi meminta Abdul agar tak ragu melaksanakan program penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di tengah penyebaran Covid-19.
"Laksanakan aja Pak Menteri, tanpa perlu keraguan sebagaimana diinginkan Bapak Presiden," ujar Nawawi.
Nawawi mengingatkan bahwa situasi Covid-19 membutuhkan gerak cepat dalam melakukan kerja-kerja pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta agar kerja-kerja itu harus dilakukan tanpa keraguan.
Nawawi juga mengatakan bahwa praktik pengawasan oleh lembaganya memang kerap menghantui sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah lainnya. Namun demikian, ia mengatakan bahwa sejauh pihaknya belum menemukan kejanggalan praktik penyelewengan dalam program kerja di bawah Kemendes.
Oleh sebab itu, Nawawi mendorong Kemendes agar kondisi tersebut tetap bisa dipertahankan.
"Pekerjaan kita tidak diselipi dengan bahasanya itikad yang tidak baik dalam pelaksanaan. Itu aja barangkali kuncinya," kata Nawawi.
"Selama itu tidak kita selipkan dalam pekerjaan kita, maka tidak perlu ada keraguan dalam pengelolaan anggaran yang berhubungan dengan dampak dari Covid-19," tandasnya. (LK)
Komentar