Bekerja Menjadi Mahasiswa

Daftar Isi

    Karena kami terlantar di jalan

    Dan kamu memiliki semua keteduhan

    Dan kamu berpesta dikapal pesiar

    Maka kami tidak menyukaimu

    -Rendra, Sajak orang Kepanasan

    Cobalah kalian ingat kuliah apa yang bisa membuat kalian berani ? Dosen siapa yang membuatmu tertantang untuk punya nyali ? Jika kuliah hanya deretan absensi dan ceramah basa-basi, maka pendidikan tinggi hanya menobatkan kalian jadi pemuda yang tak memiliki bakti. Padahal, sejak dulu tugas cendekiawan muda adalah mengabdi dan setia pada jalan kebenaran dan keadilan. Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang bisa kamu ubah dengan kuliahmu ? Dirimu, lingkunganmu dan negaramu ? Lalu, apa sebenarnya keinginanmu jika kuliah berjalan seperti ini ? Berpalinglah sebentar pada apa yang melekat dalam dirimu: Smartphone, laptop hingga kartu mahassiwa. Seluruhnya menandakan statusnya sebagai apa: Mahasiswa atau pengusaha? Dua posisi yang kini tak bisa dibedakan lagi artinya: mahasiswa dilatih jadi pengusaha dan pengusaha mendidik mahasiswa. Rangkuman kedudukan itu disebut dengan kuliah wirausaha. Pertanyaan ujungnya, lalu untuk apa itu semua sesungguhnya ?

    Ingatlah para mahasiswa, kita adalah makhluk tuhan yang diciptakannya untuk menjadi pembela kebenaran. Sekutu kita bukan para pejabat tapi para rakyat. Sekutu kita bukanlah mereka yang bermobil mewah tapi yang bekerja disawah. Sahabat kita bukan mereka yang punya banyak harta tapi yang mengaku sebagai rakyat jelata. Ingat, tidak ada kebenaran yang hakiki karena kebenaran hanya ada dilangit dan dunia ini hanyalah palsu.

    Sampai kapanpun, kita sebagai mahasiswa menjadi oposisi dari pemerintah dan menjadi koalisi bagi rakyat. Sehebat apapun pemerintah harus selalu kita gugat, karena tugas kita untuk memberikan teguran kepada mereka. Kawan bermain kita adalah rakyat yang berada dipasar, orang-orang ahli ibadah yang berada di tempat ibadah, para akademisi yang peduli dengan indonesia serta para petani dan buruh yang berada ditempatnya. Itu teman kita dan kita mesti mengikuti apa mau mereka. Memang mereka tidak akan puas dengan setiap keinginan mereka, selalu ada saja yang ingin mereka capai dan itu tugas kita. Tugas kita mengabdi untuk mejadi abadi. Karena mahasiswa tidak akan berhenti mengabdi sampai kapanpun, kita mengenalnya mengabdi untuk abadi.

    Para mahasiswa tidak mungkin rakyat mengingkan keburukan untuk negaranya, sudah pasti yang baik-baik. Dan tugas negara adalah untuk melindungi rakyat dan mensejahterakannya seperti yang ada dicantumkan didalam pembukaan UUD. Sudah pasti jika seperti itu, rakyat sebagai komponen yang mengingkan kesejahteraan dan pemerintah adalah komponen yang dipercaya memberikan kesejahteraan serta mahasiswa sebagai komponen yang berada ditengahnya segabai jembatan penghubung hanya saja jembatan itu pro rakyat dan anti pemerintah.

    Kuingin kamu renungkan sebentar saja: pengalaman terbaik apa yang pernah kau peroleh dari kegiatan kuliah ? Dosennya yang imaginatif, gila dan membuatmu antusias ? Atau diskusi kuliah yang fantastis, menggertak dan membuatmu terpesona ? Rasa-rasanya bukan itu ! Dosen mengajar dengan modal titel dan pengalaman bersekolah ke mana-mana. Dulu, diawal mula itu tampak sakti tapi lama kelamaan jadi membosankan. Sugestinya padamu bukan untuk menikmati pengalaman dan pertualangan melainkan penyesuaian dengan keinginan kampus tempat mereka bekerja. Silahkan menikmati kuliah dengan tuntutan sederhana: patuh, datang dan lulus cepat. Mana ada dosen yang antusias bertanya padamu: Siapa hari ini yang berani aksi menuntut keadilan? Siapa dosen yang memuji mahasiswanya karena berani mogok makan ? Dosen sudah mirip dengan pegawai yang kehabisan nyali dan imaginasi. Hidupnya otomatis berhenti sejak memegang gelar tertinggi. Semakin tinggi semakin tak bernyali.

    Ayo katakan padaku, mata kuliah apa yang kamu suka ? Sebut padaku nilai kuliah apa yang membuatmu bangga ? Tanyakan padamu sendiri, untuk apa itu semua ? Nilai, kuliah dan janji keberhasilan itu bisakah diantarkan oleh kuliah semacam ini ? Tidaklah kamu tahu barisan pengangguran sarjana ekornya akan sampai padamu ? Kini, jawablah dengan terus terang: Betulkah keberhasilan semua orang dilihat dari kepatuhannya ketika kuliah ? Sialnya, bukti itu sangat langka. Steve Jobs penemu Apple memutuskan untuk mengakhiri kuliahnya, Bill Gates memilih mendirikan bisnis saja dan Mark Zuckerberg penemu Facebook memutuskan untuk keluar kampus tanpa gelar.

    Aku bertanya

    Apakah gunanya pendidikan

    Bila hanya membuat seseorang menjadi asing

    Di tengah kenyataan persoalannya ?

    Apakah gunanya pendidikan

    Bila hanya mendorong seseorang saja

     Menjadi layang-layang di Ibu kota

    Kikuk pulang ke daerahnya ?

    Apakah gunanya seseorang

    Belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran

    Atau apa saja

    Bila pada akhirnya

    Ketiak ia pulang ke daerahnya, lalu berkata

    “Disini aku merasa asing dan sepi”

    Rendra sajak seonggok jagung

     

    Beritahukan padaku, mengapa kamu begitu takut dengan demonstrasi dan aksi ? Sampaikan padaku, mengapa kamu membenci dan mengatakan demonstrasi mahasiswa itu bikin macet jalanan dan belum tentu memenuhi tujuan ? Pendapat yang tak masuk akal dan murni didorong oleh rasa takut itu kenapa mudah terlontar dimulut para cendekiawan muda seperti mu ? sebenarnya, apa yang sedang kamu alami dikampus ? Menjadi penakut atau pemberani ?

    Kini, katakan pada dirimu sendiri apa yang kamu rasakan saat melihat mahasiswa disiarkan di berita sedang mogok makan dan menuntu keadilan ? Bilang pada kawanmu, apa yang mereka rasakan sewaktu menyaksikan rakyat menjahit mulutnya sendiri karena sudah tak tahu mengeluh kepada siapa lagi ? Ayo jawab, apakah kamu merasa marah, berang dan emosi melihat Anggota Dewan ngomong seenaknya saja ? Katakan pada dirimu tidakkah kamu jengkel melihat pelaku korupsi tersenyum simpul ketika keluar dari KPK ? Tidakkah kamu marah dengan kampus yang memberi anugerah doktor untuk penguasa yang tak punya prestasi apa apa ? Lagi lagi, aku bertanya pengetahuaan macam apa yang sedang kamu pelajari hari ini ? Pengetahuan yagn menutupi kesadaran untuk bangkit, betanya dan sangsi ? Coba, pernahkah kamu tahu untuk apa saja uang kuliahmu selama ini ? Membayar dosen yang isi kuliahnya begitu saja ? Memfasilitasi ruangan yang lebih banyak tak sesuai dengan banyak mahasiswa ? Padahal, bayaran kini disesuaikan dengan penghasilan orang tua mu sendiri. Itu semua tak pernah ditanyakan karena dianggap sebuah kebiasaan.

    Cobalah lihat dirimu ketika berada dalam ruangan kuliah: adakah kegaduhan diskusi antara dosen dengan mahasiswa ? Apa muncul debat sengit antara dosen dengan mahasiswa bersangkut paut dengan materi kuliah ? Aku yakin suasana itu lenyap. Ruangan itu adalah pameran budaya bisu. Adegan yang lebih menyerupai pengajian ketimbang kegiatan ilmiah. Dosen memberitahu sedang mahasiswa siap jadi pendengar. Dosen memberi pekerjaan rumah dan mahasiswa siap untuk mengerjakan. Hubungan diantara keduanya lebih mirip cerminan dari rasa ketergantungan. Apa yang dikatakan dosen itulah yang akan dilafalkan oleh mahasiswa. Keadaan inilah yang membentuk ketaatan semu dimana mahasiswa hanya menjadi pengukuh status quo.

    Sahabat, aku bertanya pada kalian berapa jumlah hutang luar negeri kita ? Jangan sebutkan angka tapi katakan saja dengan apa kita membayarnya. Mampukah ilmu ekonomi yang sahabat pelajari memecahkan kasus ini ? Hutang yang menggunung dengan bunganya akan kita bayar dengan cara apa ? Sudah semua harta kita jual bersama: minyak, emas, batu bara hingga tenaga kerja wanita. Seluruhnya kita jual untuk alasan yang sering diulang-ulang : mensejahterakan ! Coba katakan siapa di negeri ini yang hidup paling sejahtera ? Siapa di negeri ini yang dengan ringan pulang balik ke luar negeri berbelanja ? Tolong katakan, siapa di negeri ini yang koleksi mobilnya melebihi jumlah anggota keluarga ? Jelaskan pada ku, bagaimana mereka memiliki harta yang melebihi jumlah penduduk se-desa ? Itukah yang namanya keadilan dan kesejahteraan ?

    Berkaca pada keadaan di atas, kita hanya bisa mengatakan ada pemerasan dan kesenjangan. Itulah yang sebenarnya pantas untuk dipelajari dalam ruang-ruang kuliah. Rantai ketidakadilan ekonomi itu berawal jauh sekali: imperium Belanda memang tak ada hubungan ketika Indonesia sudah merdeka penuh. Seluruh hutang piutang harus ditanggung oleh bangsa ini. Tak hanya itu, kepemilikan asing tak bisa dinasionalisasi. Meski Soekarno dengan retorikanya mengutuk kapitalisme tapi usia kekuasaanya tak lah begitu lama. Serdadu yang dibantu oleh kekuatan internasional memukul mundur gagasan itu. Sosialisme yang dibayang kan oleh Pancasila langsung musnah. Bersamaan dengan itu, investasi asing dengan kekuatan raksaksa mulai menyerbu masuk. Hutan, minyak, emas dan batubara jadi bahan perdagangan internasional. Penduduk yang tinggal disekitarnya hanya jadi saksi dan penonton saja.

    Wahai kalian yang rindu kejayaan, hebatnya sebuah negara tidak akan lepas dari yang namanya komponen penegur dan pengawas dan komponen penting itu diambil perannya oleh kita mahasiswa. Dan itu hanya 4 tahun sekali dalam seumur hidup mu. Jadilah MAHASISWA !

    Banggalah menjadi mahasiswa !

    By Insanul Kamil Negarawan (Aktivis Mahasiswa)

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Bekerja Menjadi Mahasiswa
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    100%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar