Kematian Zaini dan Belum Optimalnya Pengelolan TKI

Daftar Isi

    LancangKuning.com - Berita tentang vonisan hukuman mati pada TKI, mengingatkan bahwa setiap tahun ada-ada saja kisruh TKI. Kekerasan yang dilakukan oleh majikan, seperti pada Adelina Lisau tahun 2016 lalu, sampai pada hukuman kisas atau hukum mati.

     Minggu ini saja ada 21 orang TKI yang divonis hukaman mati pemerintah Arab Saudi. Dua orang TKI asal Magelang, Jawa Barat berada diujung tanduk karena telah dijatuhi hukuman mati. Dua TKI tersebut ialah Tursilawati dan Eti.

    Anis Migrassi, Ketua Pusat Studi Migrasi dari Migrant Care mengatakan, Mereka dihukum karena mencoba melawan dari kekerasan para majikannya (Republika, 19 Maret 2017).

    Sehari sebelumnya, Ahad (18/3/2018) Pemerintah Arab Saudi melaksanakan eksekusi mati pada Muhammad Zaini Misrin. Bahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada perwakilan Indonesia.

    Kasus Zaini sebenarnya telah berlangsung sejak 2004. Kemudian pada November 2008 Mahkamah Umum Mekkah menjatuhkan vonis hukuman mati. Zaini, sopir pribadi dituduh membunuh majikannya, Abdullah bin Umar Muhammad. Kemudian dilaporkan oleh anak kandung korban.

    Namun Zaini tidak mengakuinya pembunuhan tersebut. Selama 10 tahun beberbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Presiden Jokowi dengan Raja Saudi sudah melakukan pembicaraan tentang vonisan hukaman mati ini sebanyak tiga kali. Selain itu pemerintah juga sudah 42 kali mengirim nota diplomatik dan surat dari Dubes/Konjen Ri kepada Kemenlu Saudi dan pejabat tinggi Arab Saudi lainnya. Hukuman mati itu bisa dibatalkan, jika ahli waris memaafkan. Namun hasilnya mengecewakan.

    Kejadian Zaini ini menunjukkan persoalan TKI seperti gunung es. Menjadi TKI di luar negeri masih saja mencengkamkan, meskipun telah dilindungi Undang-undang. Keselamatan dan nyawa bahkan menjadi tandingannya. Perlu dipertanyakan kerja nyata pemerintah dalam menuntaskan persoalan ini.

    Pada tahun 2016 sebanyak 247 orang TKI meninggal, meningkat 42 persen dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data Badan Nasional Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia (BPN2TKI), sebanyak 137 orang meninggal tersebut berasal dari Malaysia, 73 orang dari Taiwan, 17 orang dari Arab Saudi, 13 orang dari Brunei Darussalam dan 10 orang dari Uni Emirat Arab.

    Pada tahun 2017 juga ada 4.475 pengaduan TKI. Sebanyak 1.777 pengaduan berasal dari Malaysia dan 880 pengaduan dari Arab Saudi (Republika19/3/2018). Pada tahun ini juga sebanyak 67 TKI meninggal di Malaysia. Lebih dari 1,3 Juta TKI juga diperkirakan ilegal pada tahun 2016. Kurang lebih 19 ribu TKI dideportasi setiap tahunnya ke kampung halamannya.

    Pengelolaan TKI yang belum maksimal ini sungguh sangat disayangkan. Padahal setiap tahunnya TKI ini menyumbang devisa miliayar dolar US atau 10 persen nilai APBN. Pada tahun 2016, TKI menyumbang devisa 8,85 miliar dosar US. Sebanyak 2,77 Miliar US berasal dari Arab Saudi.

    TKI yang disebut pahlawan devisa negara ini, kehidupannya di luar negeri masih mencengkamkan. Keselamatan dan nyawa bahkan menjadi tandingannya. Perlunya kepastian hukum, sehingga kasus yang dialami Zaini tidak terulang lagi. Ketegasan pemerintah dalam memperjuangkan TKI belum terlambat. Jangan sampai kejadian serupa terjadi pada 21 orang TKI lainnya. Terlebih pada dua TKI lainnya yang berada di ujung tanduk, yaitu Tursilawati dan Eti.

    Pengelolaan pembekalan pengetahuan dan aturan negara tujuan TKI hendaklah menjadi hal yang mesti diperhatikan dengan serius. Sehingga setiap calon emigrasi memiliki kesiapan yang matang. Cukuplah duka kita pada Eksekusi Zaini, jangan sampai pahlawan deniva negara lainnya mengalaminya.(Rima Kurniati)

     

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Kematian Zaini dan Belum Optimalnya Pengelolan TKI
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar