Daftar Isi
LancangKuning.com - Apa jadinya jika hewan beruk menempuh pendidikan di sekolah tinggi? Kawan GNFI tidak perlu heran ketika seekor beruk berada di sekolah tinggi, karena di Pariaman, Sumatra Barat ada sebuah sekolah yang dikhususkan untuk beruk. Sekolah tersebut diberinama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Beruk (STIB). Eits, tunggu dulu, sekolah tinggi yang dimaksud bukanlah beruk tersebut duduk di bangku perkuliahan, namun dinamakan dengan sekolah tinggi karena beruk tersebut dilatih di ketinggian pohon.
Sekolah Tinggi Ilmu Beruk merupakan sekolah yang berutjuan menghasilkan beruk terlatih dan memiliki keahlian untuk membantu para petani kelapa untuk di perkebunan, mengingat daerah Pariaman merupakan daerah yang menghasilkan kelapa dalam jumlah yang cukup banyak di wilayah Sumatra Barat. Melatih beruk untuk memiliki keahlian membantu petani kelapa bukanlah hal yang mudah, hingga seringkali pemilik beruk tidak sabar dan menggunakan kekerasan fisik kepada beruk agar beruk tersebut menuruti perintah. Oleh sebab itulah Sekolah Tinggi Ilmu Beruk tersebut hadir untuk memberikan pelatihan kepada beruk agar dapat bermanfaat dan dengan cara yang aman.
Sekolah Tinggi Ilmu Beruk memeiliki enam kurikulum dalam melatih hewan primata yang memiliki nama latin Macaca Nemestrina ini. Kurikulum pertama yakni pengenalan diri beruk yang mencakup materi tentang pemberian makan, minum, memandikan beruk dan hal-hal berkaitan tentang beruk. Kurikulum atau tahap pertama dilakukan selama tiga bulan. Kurikulum yang ke dua adalah mengenalkan beruk dengan kelapa yang sudah ditandai dan layak dikonsumsi, hal tersebut dilakukan selama dua bulan lamanya.
Selanjutnya, yakni kurikulum ke tiga disebut dengan Karambiah Pancang yakni beruk diperkenalkan dengan buah kelapa yang telah dipancang atau ditancapkan pada kayu agar beruk belajar memutar-mutar kelapa bolong yang ditancapkan ke kayu. Lama waktu yang diperlukan untuk kurikulum yang ke tiga tersebut adalah tiga bulan. Kemudian pada kurikulum ke empat yakni Karambiah Gantuang beruk akan belajar menjatuhkan kelapa yang digantung selama dua bulan bulan.
Kurikulum yang ke lima adalah memberikan arahan kepada beruk untuk dapat membedakan mana kelapa tua dan kelapa muda. Kurikulum ke enam yakni menerjunkan beruk ke lapangan untuk praktik apa yang dipelajari selama di Sekolah Tinggi Ilmu Beruk.
Berdasarkan penuturan pengurus Sekolah Tinggi Ilmu Beruk, sekolah beruk tersebut sebenarnya sudah ada dan dikenal sejak era kolonial di Pariaman. Desa Apar, yakni lokasi Sekolah Tinggi Ilmu Beruk tersebut beberapa waktu sebelumnya mengalami revitalisasi dan dikombinasikan dengan pariwisata.
Sehingga, Sekolah Tinggi Ilmu Beruk tidak hanya menjadi tempat edukasi untuk melatih beruk namun juga pilihan wisata bagi Kawan GNFI yang berkunjung ke Pariaman. Oleh sebab itu, Sekolah Tinggi Ilmu Beruk memiliki pemandu wisata di kawasan tersebut untuk menjelaskan tentang Sekolah Tinggi Ilmu Beruk kepada para wisatawan.
Hal tersebut didukung dengan akan diaktifkan stasiun kereta yang dapat menjadi akses pendukung wisatawan dari luar kota menuju Pariaman. Hadirnya Sekolah Tinggi Ilmu Beruk di Pariaman menjadi salah satu upaya memanfaatkan kehadiran beruk yang semula dianggap sebagai hama bagi petani kelapa dan hewan liar yang kerap mengganggu.
Beruk-beruk tersebut dilatih oleh ahlinya dan mendapat pendidikan tanpa kekerasan sehingga kondisi beruk pun tidak mengalami kesakitan. Bagi Kawan GNFI yang hendak mengunjungi beruk-beruk tersebut belajar di sekolah tinggi beruk, Kawan GNFI tidak perlu takut untuk bertanya kepada pemandu wisata karena mereka akan menjelaskan tentang sekolah tinggi beruk hingga berfoto dengan para pelatih dan beruk-beruk tersebut.
Alamat lengkap sekolah beruk tersebut yakni Desa Apar, Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman Sumatera Barat bernama Sekolah Tinggi Ilmu Beruk (STIB) Apar Mandiri. Dan, yang perlu Kawan GNFI ketahui bahwa Sekolah Tinggi Ilmu Beruk Apar Mandiri merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Desa atau BUMDES yang sudah didukung oleh walikota setempat dan kini menjadi sekolah beruk pertama di Indonesia bahkan di dunia.
Sumber : goodnewsfromindonesia.id
Komentar