Daftar Isi
LancangKuning.com - Mengapa utang pemerintah dan BUMN harus dihitung sebagai satu kesatuan? Karena memang demikian adanya, keduanya sudah berkumpul menjadi beban negara yang bercampur dalam satu tempat, seperti air dalam mangkuk tempat cuci tangan.
Bagaimana bisa terjadi demikian? Pertama, Karena pemerintah mengambil utang dari (Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik BUMN bank maupun BUMN non-bank dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN). Kedua, BUMN non bank mengambil utang dari bank bank BUMN dan BUMN keuangan non bank yakni BUMN asuransi. Ketiga, BUMN bank mengambil utang dari BUMN keuangan non bank yakni asuransi dan dana pensiun.
Kesemua utang ini sudah saling bercampur seperti air kotor tempat cuci tangan rame-rame. Sekarang utang pemerintah dan BUMN sudah mencapai Rp10.600 triliun lebih. Jika pemerintah gagal bayar utang, maka semuanya akan berantakan. Jika BUMN bank maupun non bank gagal bayar utang, maka asuransi, pensiun, berantakan. Jika asuransi dan dana pensiun gagal bayar, tau sendiri akibatnya apa.Mari kita lihat mengapa harus waspada dengan besarnya utang pemerintah dan BUMN sekarang ini? Berdasarkan data Bank Indonesia, Utang luar negeri Indonesia atau utang luar negeri pemerintah dan swasta Indonesia sampai dengan kwartal III tahun 2019 mencapai US$395,63 miliar atau senilai Rp. 5.538,88 triliun rupiah. Utang luar negeri tersebut meningkat sebesar US$36.64 miliar, atau meningkat senilai Rp513,03 triliun dibandingkan kwartal III tahun 2018 lalu.
Utang Pemerintah
Utang luar negeri pemerintahan Joko Widodo sampai dengan kawartal III tahun 2019 adalah senilai US$197.14 miliar atau senilai Rp2.759,92 triliun, meningkat sebesar US$17,97 miliar atau sekitar Rp251,59 triliun dibandingkan kwartal III tahun 2018 lalu.
Selanjutnya, utang pemerintah yang bersumber dari Surat Utang Negara Government Debt Securities sampai dengan bulan Januari Tahun 2020 mecapai Rp2.316,25 triliun, atau meningkat senilai Rp265,43 triliun selama setahun terakhir (Januari 2019 sampai dengan Januari 2020).Utang pemerintah sampai dengan Januari 2020 sedikitnya Rp5.076,17 triliun. Nilai tersebut diperoleh dari utang luar negeri pemerintah ditambah dengan surat utang negara atau utang dalam negeri pemerintah.
Utang BUMN
Selanjutnya utang luar negeri BUMN yang terdiri dari utang luar negeri BUMN perbankan sampai dengan kwartal III tahun 2019 meningkat senilai US$50,76 miliar atau senilai Rp710,67 triliun.Utang luar negeri BUMN perbankan meningkat dalam periode tersebut (kwartal III 2018 sampai dengan kwartal III 2019) di atas senilai US$1.19 miliar sehingga sampai kwartal III tahun 2019 utang BUMN bank senilai US$7.01 miliar.Sedangkan utang BUMN non-bank meningkat senilai US$13,46 miliar pada periode yang sama, sehingga sampai kwartal III tahun 2019 utang luar negeri BUMN non bank menjadi US$43,75 miliar atau senilai Rp612,52 triliun. Selain utang luar negeri, BUMN juga memiliki utang kepada bank dalam negeri dalam jumlah yang lebih besar.
Berdasarkan laporan Kementerian BUMN, total utang BUMN sampai dengan akhir tahun 2018 total utang BUMN mencapai Rp5.604,39 triliun. Empat bank BUMN memiliki utang paling besar yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp. 698,19 Bank Mandiri (Persero) Tbk senilai Rp1.017,29 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Rp1.111,62 dan bank Tabungan Negara (persero) Tbk Rp. 282,59. Total utang BUMN perbankan mencapai Rp3.109,71 triliun.
Selanjutnya, utang BUMN non-bank sampai dengan akhir tahun 2018 mencapai Rp2.411,51 triliun. BUMN non bank dengan utang terbesar di antaranya berdasarkan urutan teratas adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yakni mencapai Rp565,07 triliun.
Diikuti PT Pertamina mencapai Rp508,40 triliun, PT Taspen (Persero) Rp222,15 triliun, PT Waskita Karya (Persero) Tbk Rp95,50 triliun, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Rp. 89,69 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Rp88,89 triliun.
Selanjutnya, PT Pupuk Indonesia (Persero), Rp72,88 triliun, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Rp68,09 triliun, PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rp. 62,22 triliun, PT Hutama Karya (Persero) Rp53,92 triliun, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Rp50,13 triliun, dan seterusnya.
Nasib Pemerintah dan BUMN
Tahun-tahun mendatang adalah tahun yang berat bagi pemerintah dan BUMN, dikarenakan dua factor eksternal dan factor internal. Dari eksternal Indonesia akan terdampak oleh kondisi internasional yang makin buruk, yang dumulai dengan perang mata uang (currency war). Selanjutnya perang dagang (trade war).
Sekarang seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia akan mengalami pelemahan ekonomi akibat wabah corona virus. Sementara dari internal adalah kondisi daya beli masyarakat yang cenderung menurun selama lima tahun terakhir akan melipatkandakan eskalasi resesi dan krisis ekonomi.
Akibat pelemahan ekonomi di semua lini, maka secara otomatis revenue BUMN akan semakin menurun. Dengan demikian, keuntungan juga akan cenderung menurun. Demikian juga penerimaan Negara dari pajak dan non pajak yang menurun baik dari pajak ekspor, pajak impor, pajak dalam negeri, cukai, dan lain sebagainya akan menurun.Sementara itu, kewajiban Negara dan kewajiban BUMN tidak mengenal kompromi, harus bayar! Atau aset-aset Negara dan aset BUMN disita oleh pemberi utang. Oleh karena itu Paduka harus hati hati, ada yang mau cuci tangan, Jangan sampai diminum.
Komentar