Daftar Isi
LancangKuning.com - Food combining yang di singkat dengan FC ini merupakan sebuah istilah yang ada dalam pendekatan gizi yang di anjurkan untuk kombinasi spesifik dari makanan sebagai pusat dari kesehatan yang baik untuk manusia.
FC ini merupakan pola makan yang berasal dari Essani, yang dianggap hanya sekedar untuk keperluan dalam menurunkan berat badan. Akan tetapi, untuk urusan berat badan itu sebenarnya sebagai selingan saja karena yang sebenarnya adalah untuk tubuh kita yang sehat.
Adapun konsep dari food combining ini lebih mengacu terhadap fakta-fakta dari setiap kelompok makanan yang memiliki waktu cerna dan serapnya berbeda-beda. Karena setiap kelompok makanan dicerna memerlukan enzim cerna yang berbesa-beda, dan penyerapan nutrisi lebih efektif jika mengonsumsi makanan dalam satu kelompok.
Baca Juga : Tempat Wisata di Riau
Namun ada bermacam-macam mitos yang tersebar di kalangan masyarakat mengenai hal maupun tentang isu-isu kesehatan yang menjadi sebuah hal yang banyak disasaar. Salah satu nya adalah padu bahan makanan dengan kandungan yang berbeda.
"Makan mie kok pake nasi, enggak baik lho, doble carbo tuh!" Kita pasti tidak asing dengan kalimat-kalimat semacam itu, karena sering diucapkan di tengah-tengah perbincangan sehari-hari.
Sayangnya, mitos-mitos tersebut beredar dan banyak dipercaya masyarakat tanpa adanya bukti ilmiah yang mendukung klaim-klaim tersebut. Nah, berikut ini terdapat 3 mitos sejenis yang berkenaan dengan 'bahaya' mengonsumi makanan yang terdiri dari bahan-bahan berbeda kandungan atau food combining beserta penjelasan dari Ahli Gizi Dr. dr. Tan Shot Yen.
1. Karbo dan protein
Larangan mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat bersamaan dengan makanan mengandung protein mungkin pernah Anda dengar. Misalnya, dalam sebuah pemberitaan online yang menyebutkan bahwa konsumsi nasi dengan telur yang tidak boleh secara bersama-sama.
Alasan umum yang sering disebutkan adalah perbedaan masa cerna bahan-bahan makanan tersebut dan enzim tubuh yang diperlukan untuk mencernanya. Hal itu akan mempersulit tubuh dalam memproses kombinasi makanan karbo dan protein tersebut.
Baca Juga : Akreditasi Jurusan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pekanbaru Medical Center
"Ini jelas blunder. Belum pernah ada bukti bahwa makanan-makanan yang punya masa cerna beda membuat masalah jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan-makanan yang lebih cepat dicerna," kata dr. Tan.
2. Asam dan basa
Mitos di dalam food combining lainnya adalah konsumsi makanan yang mengandung asam dan basa secara bersamaan. Mitos itu berkembang dan dipercaya, jika bahan makanan dengan dua kandungan itu dimakan bersamaan dapat membuat pH (tingkat keasaman atau kebasaan) menjadi netral dan akan menghentikan proses pencernaan.
Lebih lanjut, jika proses pencernaan terhenti maka pembusukan pun akan terjadi, dan kotoran yang menumpuk tersebut akan berubah menjadi racun bagi tubuh. Padahal, Tan menyebut klaim ini tidak pernah ada pembuktian ilmiahnya. "Faktanya kita mau minum air sabun pH 10 pun akan melalui lambung dengan keasaman pH 2.
Artinya asam lambung memang diciptakan untuk membunuh sejumlah bakteri yang berisiko tertelan," jelasnya. "Baru saat makanan masuk ke usus kecil, di sini sel-sel usus kecil akan menghasilkan bikarbonat yang secara otomatis menetralisir keasaman sebelumnya dari lambung," tambahnya. Tan menekankan, badan manusia telah didesain sedemikian rupa dan mampu untuk melakukan tugas-tugas tersebut.
3. Pembusukan pencernaan
Mitos terakhir yang berkenaan dengan risiko food combining adalah pembusukan dalam pencernaan. Dokter Tan membantah hal itu, ia menyebut usus besar memiliki bakteri pembusuk tersendiri yang bertugas untuk membentuk kotoran manusia.
Baca Juga : Tempat Wisata di Pekanbaru
"Kalau tidak, maka kotoran manusia enggak bisa terbentuk. Justru fermentasi karena bakteri pembusuk ini amat berguna," kata Tan. "Bakteri pembusuk adalah probiotik yang diberi makan oleh prebiotik, yaitu serat tidak larut dari sayur yang kita konsumsi," sebutnya.
Apabila keseimbangan dari bakteri-bakteri ini terpelihara maka bukan hanya kekebalan tubuh yang didapat, tetapi juga melindungi usus dari risiko kanker usus besar. Dokter Tan berharap mitos-mitos tidak berdasar dan hanya berlandaskan common sense seperti yang selama ini banyak beredar, dapat segera hilang dan diluruskan.
Masyarakat diharapkan tidak lagi mempercayai mitos-mitos semacam itu, khususnya di bidang kesehatan. "Malu ya, jika publik kita masih 'menganut kepercayaan', sementara di luar sana sudah dihujat ngaco-nya. Ayo kita luruskan," pungkasnya.(Umi)
Komentar