Kematian Sulli eks f(x) & Racun Cyber Bullying di Medsos

Daftar Isi

    LancangKuning.com - Kasus cyber bullying memang marak terjadi saat ini, korban bisa mulai dari anak anak hingga orang dewasa. Cyber bullying itu merupakan suatu tindakan pelecehan, intimidasi, penganiayaan yang dilakukan secara sengaja yang dialami oleh anak anak dan remaja umumnya di internet.

    Hal yang sama terjadi dengan Sulli eks group f(x) yang di temui dalam keadaan tidak bernyawa di kediamannya, di apartemen yang terletak di Seongnam, Privinsi Gyeonggi, Korea Selatan pada Senin 14 Oktober 2019 sekitar pukul 03.21 waktu setempat.

    Berdasarkan keterangan dari poihak kepolisian dalam hal ini pihak kepolisian Seongnam Sujeng, mayat Sulli ditemukan oleh manajernya sendiri dan langsung melakukan pelaporan ke pihak kepolisian setempat. Berdasarkan keterangan yang dikutip dari Soompi bahwa sebab dari kematian Sulli belum dapat dipastikan penyebabnya.

    Baca Juga : Tempat Wisata di Riau

    Sulli yang memiliki nama asli Choi Jin Ri ini salah satu idol yang berusia 25 Tahun ini merupakan salah satu anggota f(x). Namun pada tahun 2014 Sulli telah menghentikan aktivitasnya karena mendapatkan banyak kritikan dan komentar pedas dari netizen yang negatif tentang dirinya, hal ini di kutip dari Yonhap News Agncy (YNA).

    Sulli aktif di media sosial dan baru-baru ini menjadi pembawa acara serial TV yang mendiskusikan tentang penyalahgunaan media online.

    Associated Press menulis, Sulli dikenal menyuarakan feminisme dan pandangannya yang blak-blakan, sesuatu hal yang jarang ada di antara idol wanita di Korea Selatan yang sangat konservatif.

    Penyebab kematian Sulli belum bisa dipastikan, tapi muncul dugaan bahwa ia meninggal karena bunuh diri dan depresi. Sejauh ini, polisi belum menemukan surat wasiat milik Sulli untuk memastikan dugaan tersebut.
     

     

    Maraknya Cyber Bullying di Kalangan Perempuan

    Terlepas dari apapun penyebab meninggalnya Sulli, yang pasti selebritas itu pernah mengungkapkan tentang kisah hidupnya yang tidak bahagia. Sulli mengatakan, dirinya memiliki gangguan panic disorder sejak kecil.

    Hal tersebut diungkapkan Sulli dalam sebuah unggahan teaser video untuk program acara reality show miliknya “Jinri Market” di media sosial Instagram. Akan tetapi, video tersebut kini telah dihapus oleh Sulli.

    “Bahkan orang terdekatku telah meninggalkan aku. Aku sangat tersakiti oleh mereka dan aku merasa tidak ada orang yang mengerti diriku, yang mana membuat aku semakin terjatuh,” ujar Sulli dalam video tersebut, demikian seperti dikutip The Korea Times.

    Baca Juga : Akreditasi Jurusan Kampus Universitas Pasundan

    Selain kisah hidupnya yang tidak bahagia, Sulli juga menderita karena dirisak secara online. Guardian menulis beberapa video Instagram terbaru Sulli @jelly_jilli juga menunjukkan dia menangis dan berkata, "Aku bukan orang jahat".

    Dalam beberapa unggahan di media sosialnya, Sulli sering mendapat bullying secara online. Apapun yang dia lakukan, kerap kali mendapat hujatan secara online.

    Terkait cyberbullying, Pendiri PurpleCode, Dyhta Caturani, menyebut perempuan lebih rentan mengalami bullying di media sosial. Mereka kerap direndahkan dengan disertai atribut seksual atau referensi lain dengan tujuan menghina.

    "Laki-laki yang diserang ide atau statement di mana kita bisa berdebat dengan argumentasi yang sama masuk akal. Sementara perempuan sangat berbeda, yang diserang personal, tubuh," katanya dalam kampanye #PositionOfStrength, seperti dikutip Antara.
     

     

    Cyber bullying adalah tindak intimidasi, penganiayaan atau pelecehan disengaja yang anak-anak dan remaja alami di internet.

    Kebencian di internet melalui komentar kasar dan kata-kata negatif ini sering kita sebut dengan trolling. Psikolog menyebut trolling di internet itu terjadi karena online disinhibition effect, di mana faktor seperti anonimitas, ketidaktampakan, minimnya otoritas, dan tak harus bertemu seseorang melahirkan budaya kebencian. Seseorang bisa berkomentar semaunya, memaki, menghina, dan tidak punya adab.

    Kepuasan memaki atau melontarkan komentar kasar di internet ini sesederhana karena ia ingin merasa superior atau mendapati bahwa menghina orang memberinya kepuasan. Orang yang melakukan tindakan memaki, menghina, sembari menikmati kebebasan internet ini disebut sebagai trolls atau monster yang bersembunyi di kegelapan dan mengancam orang lain yang dianggapnya lebih rendah.

    Dyhta Caturani mengatakan hingga kini kekerasan di internet terhadap perempuan masih belum diperhatikan. Beberapa menganggap kekerasan verbal atau tulisan daring (online) sebagai candaan atau sesuatu yang dianggap wajar.

    Baca Juga : Tempat Wisata di Pekanbaru

    Dyhta menjelaskan jenis-jenis kekerasan di ranah online, antara lain:
    Doxing (mempublikasikan data personal orang lain),
    - Cyber stalking (akan mencapai tahap mengerikan ketika mengetahui aktivitas offline), dan
    - Revenge porn (penyebaran foto/video dengan tujuan balas dendam dibarengi intimidasi/ pemerasan).

    Padahal menurut Dyhta, kekerasan tersebut tidak sekadar kekerasan online atau kekerasan dunia maya atau siber, melainkan merupakan perpanjangan dari kekerasan yang sudah ada.

    "Banyak yang berpendapat 'ngapain ngurusin online? [Kekerasan] offline juga banyak'. Tapi, keduanya punya akar yang sama," ujarnya.

    Tujuan kekerasan tersebut, tambahnya, antara lain pemerasan, pembungkaman dan eksploitasi seksual yang berdampak menimbulkan rasa takut yang dapat berpotensi pada kekerasan fisik secara offline.

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Kematian Sulli eks f(x) & Racun Cyber Bullying di Medsos
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar